Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (88)

Kompas.com - 07/07/2008, 07:27 WIB

Kemeriahan warna menyala di tengah padang pasir ini menjadi semakin mistis dengan segala pernak-pernik tradisi. Nenek tua yang semua giginya  bersepuh emas tersenyum manis menawarkan koleksi koin zaman Lenin, bros palu arit, dan duit kertas Tsar. Si nenek, mirip ahli nujum, berikat kepala dan berbaju warna-warni membara penuh sulaman cantik. Di hadapannya terhampar segala macam tas tangan, topi, baju, kain, yang konon kabarnya semua hasil sulamannya sendiri.

Gelora padang pasir yang mendesir-desir di sanubari saya semakin hidup ketika saya menemukan pasar jubah dan telpek, topi tradisional Turkmenistan dari bulu domba yang bentuknya mirip rambut kribo Ahmad Albar. Tak peduli di musim dingin atau panas, seorang pria Turkmen sejati tak akan pernah lepas dari telpek.

Mekan Ataliew, pedagang telpek berumur 25 tahunan ini, langsung sumringah begitu tahu saya dari Indonesia.

           “Kamu tahu, dulu bapakku pembuat telpek terkenal di seluruh Turkmenistan. Bapak pernah diminta Turkmenbashi untuk membuat telpek istimewa untuk presidenmu ketika mengunjungi Turkmenistan,” ujarnya bangga
           “Turkmenbashi kemudian menghadiahkan telpek bikinan Bapak kepada Presiden Soeharto. Sampai hari ini aku masih menyimpan guntingan koran dan majalah tentang berita itu,” sambungnya.

Saya baru tahu kalau Presiden Suharto pernah ke Turkmenistan. Mungkin Turkmenbashi sempat berguru juga pada presiden kita. Serpihan-serpihan memori saya yang saya punguti dari penjuru Ashgabat selalu mengingatkan saya pada satu nama – Soeharto. Tetapi apa pun itu, saya merasakan kebahagian yang tak terlukiskan terpancar dari bola mata Mekan ketika berkisah. Sebuah kegembiraan untuk berbakti pada sang Pemimpin.

Apakah rasa gembira Mekan yang tiba-tiba meluap itu karena menemukan teman seperjuangan?

           “Turkmenbashi adalah pemimpin yang baik,” kata Mekan, “dan saya yakin Soeharto juga demikian.”

Karena menganggap saya sebagai pengikut setia Soeharto yang jauh-jauh datang dari negeri seberang, Mekan mengikuti jejak ayahnya – menghadiahkan saya sebuah telpek kualitas tinggi, hangat di musim dingin dan sejuk di musim panas.

Biarlah Mekan tetap bahagia dalam keyakinannya. Saya tak sampai hati merusak mimpinya dengan membuat makalah perbandingan Soeharto dan Turkmenbashi.

Sinar matahari mulai sayup-sayup menerangi bumi ketika ingar-bingar Tolkuchka Bazaar mulai berkurang. Para pedagang permadani mulai menggulung tikar-tikar cantik merah menyala, mengantarkan padang pasir ini kembali pada alamnya yang asli.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com