Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (19): Biksu Muda

Kompas.com - 28/08/2008, 07:17 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


          “Tashidelek!” dua orang biksu muda menghentikan saya yang sedang berjalan di jalan raya Lhasa.
          “Budha memberkati.” Mereka membungkuk. Saya ikut membungkuk, membenturkan kepala kami sebagai tanda salam yang paling terhormat.

Jalanan kota Lhasa tak pernah sepi. Bendera warna-warni menghias sepanjang jalan, merayakan 40 tahun berdirinya Daerah Otonomi Tibet. Empat puluh tahun ini, sudah begitu banyak perubahan di atap dunia ini. Mobil hilir mudik di jalan utama yang lapang dan beraspal mulus. Toko-toko berbaris, menunjukkan ekonomi yang sedang berkembang. Restoran Sichuan menebarkan aroma masakan Tiongkok yang menggoda. Orang-orang berpakaian trendi, bersepatu hak tinggi atau bersemir hitam mengkilat, berjalan di ruas jalan yang sama dengan para biksu, pria berjubah bulu, atau perempuan berpakaian tradisional.

Lhasa adalah percampuran berbagai unsur kehidupan. Para lama atau biksu hilir mudik di jalanan yang kelap-kelip oleh lampu neon modern, sibuk berbicara dengan telepon genggam mode terbaru. Ada pula yang menikmati jalan-jalan sore di kota, membeli yangrouchuan – sate kambing, dari sebuah warung Sichuan. Para biksu muda di ibu kota ini cukup berduit juga rupanya. Selain membaca sutra dan mantra di dalam kuil, mereka pun keluar merambah kesenangan duniawi di kota ramai.

          “Tashidelek,” dua biksu berambut pendek nyaris botak ini membuyarkan lamunan saya. 
          “Beramallah, beramallah.. Kami datang dari kuil. Kamu boleh memberikan sumbangan sukarela, demi amal baik, karma bagus, dan keberuntungan.”

Saya membuka dompet saya, mengeluarkan selembar uang 2 Yuan, dan memberikan pada salah seorang biksu muda itu.

           “Tuocetse. Terima kasih,” sekali lagi mereka menunduk.

Salah seorang merogoh sesuatu dalam lipatan jubah merah marunnya, mengeluarkan batu hitam kecil.

          “Terimalah ini, jimat dari kuil kami. Dengan menyimpan jimat ini, Budha akan melindungi kamu dari kekuatan jahat.”

Saya sebenarnya tak percaya dengan jimat-jimatan, tetapi saya terima juga pemberian mereka sebagai kenang-kenangan. Biksu yang satunya mengeluarkan buku tebal.

           “Sekarang kamu isi buku sumbangan,” perintahnya, “Tulis nama, alamat, dan besar sumbangan.”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com