Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (52): Maois

Kompas.com - 14/10/2008, 07:01 WIB

Dengan bangga kami memberitahukan bahwa perang rakyat yang suci dan agung, dipimpin oleh partai proletariat Nepal, partai komunis Nepal (Maois) telah melintasi titik ekuilibrium strategis dalam persiapan melawan dan mengambil alih kekuasaan pusat. Negara kuno feodal dilanda krisis, dan tak lama lagi akan runtuh ...
...
Nepal adalah negara multi bangsa, bahasa, agama, dan kebudayaan, tetapi dipimpin oleh kasta tertinggi Brahmin dan Khas yang memonopoli hak-hak politik. Rakyat asli, mayoritas penduduk, tersingkir ...
...
Sekarang Pemerintahan Regional Otonomi Tamuwan akan menggenapkan formasi dalam perang rakyat. Kami berperang untuk kebebasan kami. Kami mengharap, semua orang di dunia mendukung revolusi kami yang  demokratis dan sah. Kami juga mengharap bantuan untuk menyaringkan suara melawan tirani monarki dan reaksionernya, termasuk imperialisme Amerika. Kemenangan kita terjamin. Terima kasih. Sampai bertemu lagi.

Gerakan gerilyawan Maois adalah sebab utama mengapa Nepal berada di dalam daftar travel warning negara-negara Barat. Amerika Serikat jelas-jelas memperingatkan warganya untuk tidak memberikan uang barang sepeser pun kepada Maois. Di musim panas ini, peak season datangnya turis untuk menjelajah Nepal dan pegunungannya, pemerintah Kathmandu dan gerilyawan Maois menandatangani persetujuan gencantan senjata. Tidak akan ada pertempuran selama musim turis membludak. Ini juga demi kesejahteraan rakyat Nepal. Baik pemerintah maupun Maois sama-sama mengklaim memperjuangkan rakyat jelata.

Turis yang melintas wilayah kekuasaan Maois, bertemu dengan gerilyawan yang mengumpulkan dana, diwajibkan membayar ‘pajak’ sebesar 100 Rupee untuk setiap hari mereka berada di wilayah Maois. Annapurna adalah salah satunya. Turis yang membayar akan mendapat tanda terima, bisa ditunjukkan pada gerilyawan Maois lainnya sehingga tidak perlu membayar dobel.

           “Wajarlah kalau mereka memungut pajak turis,” kata Jörg, “Bukankah pemerintah Nepal juga memungut karcis dari wilayah kepunyaan Maois dan para gerilyawan ini sama sekali tak mendapat keuntungan apa-apa?”

Jörg langsung mengeluarkan selembar uang seribuan Rupee, untuk membayar sepuluh hari treking di pegunungan.

           “Namaste, bhai,” saya menyapa gerilyawan itu, menyebutnya sebagai saudara, “Saya dari Indonesia. Tak punya uang, karena baru saja kecopetan di Kathmandu.”

Dalam bahasa Hindi terbata-bata, saya mempaparkan semua kisah sedih tentang beratnya perjalanan ini, sebagai pelajar miskin, saya merasa sangat berat membayar uang pajak yang lumayan besar itu.

           “Mana kartu pelajarmu?” bentaknya.

Saya tak punya. Kartu itu di dompet saya yang tercopet.

Tuan gerilyawan Maois yang terhormat itu hanya memandangi saya lekat-lekat. Nasib saya berada di tangannya.


(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com