Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (54): Ladang Ganja

Kompas.com - 16/10/2008, 06:47 WIB

Orang Nepal? Jarang sekali orang Nepal menghabiskan waktu berhari-hari hanya untuk mendaki gunung, pemandangan yang sudah menjadi keseharian hidup mereka. Orang Nepal yang mengeliling Annapurna hampir bisa dipastikan adalah porter, pemandu wisata, dan tukang bangunan.

           “Justru itu,” sanggah Jörg, “kamu tidak pernah mendengar ada sherpa perempuan? Di Pokhara ada kantornya. Terkadang trekker perempuan lebih senang kalau pemandu dan porternya juga perempuan. Karena itulah ada bisnis porter khusus perempuan.”

Aneh juga kalau sherpa perlu bantuan tongkat untuk berjalan di gunung-gunung yang sudah menjadi tempat hidupnya.

Gadis itu bernama Wong Oi Lye, warga negara Malaysia keturunan China dan pernah bekerja sebagai guru diving di Pulau Perhentian. Ia khusus datang ke Nepal hanya untuk mengelilingi Sirkuit Annapurna.

Rombongan kami sekarang menjadi tiga orang. Si gadis ini punya kecepatan berjalan yang tak jauh berbeda dengan kami berdua – pelan-pelan dan memotret hampir setiap langkah. Sekarang Jörg dan Oi Lye tak hentinya membicarakan dunia menyelam, Jörg tentang keindahan alam bawah laut Indonesia Timur dan Oi Lye tentang Malaysia. Dunia ikan dan taman laut yang sama sekali tak saya kenal.

Ladang ganja terhampar, tak jauh dari dusun Tal. Penampilannya seperti rerumputan biasa, tetapi Jörg yang sudah akrab dengan dadah ini langsung mengenali.

          “Ini marijuana, alias ganja,” katanya, “daerah selepas Tal memang pusatnya ladang ganja di Annapurna. Ah, aku jadi ingin membeli beberapa bungkus buat bekal di jalan.”

Yang bekerja di ladang ganja adalah bocah-bocah sepuluh tahunan. Mereka dengan penuh perhatian menggosok-gosok tanaman itu, menghasilkan bulatan-bulatan hitam sebesar kotoran kambing. Sama sekali tak ada perasaan bersalah, di sini panen ganja bukan kriminal. Dengan santai mereka memberikan beberapa bulatan ganja pada Jörg yang dengan gembira menyodorkan uang seratus Rupee.

Jörg nampak puas sekali dengan belanjaannya. Saya hanya mengucapkan selamat, tanpa hasrat sedikit pun untuk mencicipi.

Dusun berikutnya adalah Dharapani. Perjalanan tidak berat, jalanan datar saja. Tongkat kayu pemberian gadis manis di pemondokan Tal memang sangat membantu. Kami berhenti untuk menengguk lemon hangat. Keringat deras bercucuran di tubuh Jörg, yang langsung melepas bajunya dan menjemur di bawah matahari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com