Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (61): Api yang Tak Pernah Padam

Kompas.com - 27/10/2008, 07:39 WIB

Turun, turun, dan terus turun.... Dari kegersangan puncak gunung, lembah hijau Muktinath bersinar dibilas mentari. Kaki saya sudah tak kuat lagi. Tungkai sakit, mengerem beban tubuh yang tergeret gravitasi. Perbedaan ketinggian seribu enam ratus meter dalam sehari memang bukan angka main-main. Masih mending, ini perjalanan turun. Kalau orang mengelilingi Annapurna menurut arah sebaliknya, di tempat ini mereka harus mendaki 1600 meter sampai Thorung La. Hanya yang tahan banting yang sanggup melakukannya. Selain orang gunung, ternyata ada pula turis asing yang menjajal kegilaan ini.

Muktinath, kota suci di bawah kaki Thorung La, adalah tempat ziarah umat Hindu dan Budha. Para peziarah datang jauh-jauh dari India, bersembahyang di hadapan api yang tak pernah padam, menari-nari di atas genangan air.

Bagi para turis, Muktinath adalah tempat perayaan kemenangan. Mencapai Muktinath, setelah melintasi Thorung La, adalah kemenangan penjelajahan Annapurna. Tak peduli naik kuda atau jalan kaki, tak peduli menggendong barang sendiri atau membebani porter dan keledai, masing-masing punya kenangan perjuangan panjang itu, gejolak hati melihat puncak Thorung La, dan sakitnya terjun bebas sampai Muktinath.

Bob Marley Guest House di Muktinath, mencampurkan nuansa Jamaika dengan arsitektur Tibet, adalah salah satu tempat favorit di kota suci ini. Biasanya pemondokan sepanjang lintasan Annapurna adalah rumah keluarga, kecil dan hangat, tetapi Bob Marley Guest House adalah losmen terbesar yang pernah saya lihat di sini. Berlantai tiga, menyediakan kemewahan air panas 24 jam non-stop, diserbu oleh rombongan turis maupun backpacker independen. Kami menginap gratis, dengan syarat harus makan malam di hotel ini. Menunya luar biasa, mewah dan mahal. Tetapi tak apa, semua ingin sedikit bergembira setelah perjuangan panjang ini.

Seorang turis Jerman menatap makanan eksotis yang terhidang di hadapannya – steak daging yak.

          “Baru kemarin aku berkenalan dengan yak, baru tadi pagi aku melihat yak, dan malam ini aku sudah menyantapnya di atas piring...”


(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com