Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (72): Visa Profesional

Kompas.com - 11/11/2008, 08:29 WIB

Seorang Iran, lima tahun pernah belajar di Pakistan, mengurus visa transit untuk pulang ke negaranya. Ia tidak diberi visa dan diminta untuk melakukan wawancara langsung dengan konsul.

Berikutnya seorang Nigeria, bukan hanya ditolak visanya tetapi sampai dibentak. “Tak peduli apa pun alasannya, tidak ada visa Pakistan buat orang Nigeria dari New Delhi!!!” Paspornya distempel petugas visa “REFUSED!”, bukan hanya satu tetapi berkali-kali. Si orang Nigeria naik pitam. Petugas visa Pakistan dengan santai berkata, “tashrif le jao!”, yang arti harafiahnya, “Bawalah segala kehormatanmu pergi dari sini!”

Di belakangnya, seorang Kanada keturunan India, yang sudah berbekal surat pengantar dari kedutaannya dan permohonan visanya sudah diterima kemarin. Sore ini ia pun tak mendapat visa. Surat pengantar dari Kedutaan Kanada dinilai tidak memenuhi syarat dan si turis malang ini disuruh kembali lagi ke kedutaannya untuk minta surat yang lain.

Mulut saya komat-kamit membaca doa. Ketiga orang yang berbaris di depan saya semula adalah para pemohon yang penuh percaya diri. Sedangkan saya hanya berbekal fotokopi faks surat pengantar dari Beijing yang sudah lusuh dan kemarin harus berdebat sampai lemas lutut dengan petugas yang bernama Latif. Saya semakin gelisah.

           “How are you today, Sir?” sapa petugas visa itu ketika saya melongokkan kepala di depan loket. Ramah sekali.
           “Alhamdulillah, Sahab, aap ki dua hai, berkat doa Anda.”

Si petugas tersenyum lebar, sambil menunjukkan visa Pakistan dalam paspor saya. Visa ini bentuknya kertas sederhana, hitam putih tanpa warna, ditempel begitu saja dalam paspor dengan lem berkualitas buruk. Semuanya ditulis tangan. Tertulis, jenis visa: PROFESSIONAL, masa berlaku: 3 bulan. Ini adalah perlakuan istimewa. Visa Pakistan tiga bulan dari New Delhi tidak diberikan sembarangan.

          “Shukriyah, terima kasih, Sahab, Shukriyah. Khoda Hafez. Tuhan memberkati!” saya langsung menciumi paspor saya sebagai wujud syukur yang teramat dalam.

Kisah saya memperoleh visa Pakistan juga menggembirakan kawan-kawan staf lokal di KBRI New Delhi. Tak banyak orang yang seberuntung saya.

Baru saja saya berjumpa dua orang Indonesia berjenggot lebat, berjubah putih, dengan penuh optimisme berkata hendak berangkat ke Pakistan untuk menghadiri acara Tabligh. Mereka sudah menunggu di KBRI selama berjam-jam, Bapak Diplomat bahkan sudah pulang diam-diam.

          “Insya Allah, kami akan mendapat visa Pakistan,” kata pemuda berjenggot itu dengan nada yakin.

Saya tak tahu apakah mereka harus melewati lika-liku yang sama untuk mendapatkan secarik visa Pakistan. Saya tak peduli. Tubuh saya sudah terlalu lemas seminggu penuh bertempur demi mendapatkan visa ini.


(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com