Nenek Aman memberikan kami uang jajan Idul Fitri, dibungkus kertas, disematkan ke dalam saku. Jumlahnya ganjil – 22 Rupee. Angka yang tidak bulat dalam tradisi India dianggap lebih membawa keberuntungan.
Halaman rumput di depan museum kota Jaipur juga dipenuhi orang yang menikmati liburan Idul Fitri. Kami sebenarnya ingin melihat museum, tetapi tutup. Orang-orang yang di halaman langsung mengerubungi kami berdua, seperti tak pernah lihat orang asing.
Seorang gadis cantik umur delapan tahunan datang mendekat. Bajunya merah, masih baru, sama sekali bukan tanda-tanda orang miskin. Tangannya menengadah, “One pen! One pen!” Dengan galak, Lam Li menyemprot dalam bahasa Inggris, “Kecil-kecil jangan belajar jadi pengemis!”
Nampaknya ayah ibunya juga sedang piknik di hari libur. Melihat anaknya meminta-minta dari orang asing, mereka malah tertawa gembira. Lam Li, merasa ikut bertanggung jawab, malah menceramahi si gadis kecil tentang harkat dan martabat.
Tiba-tiba saya mendarat dalam rangkulan pria. Ada tujuh orang, bergiliran merangkul saya dengan hangat dan emosional. “Selamat hari Ied. Eid Mobarak!” Semua larut dalam kegembiraan hari raya.
(Bersambung)
_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!