Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (105): Ruang Gawat Darurat

Kompas.com - 29/12/2008, 10:02 WIB

          “Mana formulirnya?” tanya dokter.

Saya terpaksa kembali lagi ke loket formulir, beradu mulut dengan suster galak demi selembar kertas, dan kembali lagi ke antrean panjang di depan ruang konsultasi. Antre lagi dari belakang.

Dua jam terbuang. Tubuh saya rasanya sudah lemas sekali ketika dokter mendaftar keluhan-keluhanku. Mata kuning. Tidak ada demam. Nafsu makan menurun. Tubuh lemas. Abdomen sakit. Urine pekat dan faeces keputihan. Dokter menulis beberapa lembar formulir pemeriksaan dan langsung merujuk saya ke ruang gawat darurat.

Di ruangan ini ada delapan dipan dengan sepuluh pasien. Saya dipersilakan duduk di salah satu ranjang bersama dua orang pasien lainnya. Dua orang suster berusaha keras memompa darah saya untuk diambil sampel. Sakit sekali rasanya.

Tangan saya diinfus Dextrose 5 persen. Ini pertama kali saya diinfus. Sungguh tidak sabar rasanya melihat tetes demi tetes cairan bening itu merayap menembus tubuh melalui lubang jarum. Satu kantung infus butuh waktu dua jam.

Sementara saya masih gelisah melihat setetes demi setetes cairan di kantung infus, seekor anjing berkeliran di antara dipan pasien ruangan ini, mencari makan. Tampaknya tidak ada yang aneh di sini. Pasien biasa saja. Para pengantar pun seperti tak melihat. Apalagi dokter dan suster yang sibuk menyuntik, memompa darah, mencatat, mengisi formulir, tak ada yang menghiraukan kehadiran anjing di ruang gawat daruat yang gelap ini. Sepertinya anjing ini sudah menjadi anggota keluarga besar rumah sakit.

Saya termasuk pasien bandel. Dengan jarum infus masih melekat di tangan dan sambil menggeret tiang infus ke sana ke mari, saya ikut berkeliaran ruangan ini memotret sana sini. Seorang suster yang gemas langsung memaksa saya kembali ke tempat tidur.

          “Penyakit kamu itu parah, harus istirahat!”

Tetapi bagaimana saya bisa istirahat, ranjang saya sudah diduduki dua pasien lain. Berbaring tak bisa. Duduk menyaksikan setetes demi setetes cairan infus membosankan sekali.

Akhirnya botol bening ini kosong juga. Seorang suster sekarang menyuruh saya berangkat mengambil laporan tes darah di bank darah dan lab mikrobiologi. Suster menggambar denahnya supaya saya tidak kesasar di rumah sakit besar ini. Dengan denah yang ia gambar, setelah kesasar berkali-kali, saya butuh waktu satu setengah jam menemukan dua tempat ini. Hasilnya semua nihil. Laporan masih belum siap.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com