Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (106): Opname

Kompas.com - 30/12/2008, 06:03 WIB

Di balik wajah-wajah muram penuh kegelisahan itu pun masih berpancar senyum manis dan cinta kasih yang tulus.

Saya dipindahkan ke Ruang Opname Laki-laki. Di tangan kiri saya masih tertancap jarum infus. Tetapi hari ini saya sudah bisa makan, sehingga suntikan dekstrose sudah jauh berkurang.

Seorang petugas berkeliling membawa gerobak dorong berisi sarapan. Makanannya nasi dan bubur kentang. Pasien tidak perlu membayar, semuanya gratis. Tetapi rasa makanan ini, seperti makanan rumah sakit pada umumnya, hambar.

Saya ditempatkan di sebuah bilik berisi delapan ranjang. Di ruang besar sebelah ada selusin ranjang. Ada pintu yang menghubungkan kedua ruangan ini. Kedua bilik besar ini juga dihubungkan dengan kamar mandi dan ruang cuci tangan bersama. Kamar mandinya dalam kondisi yang membuat kita harus menahan nafas dan menutup mata ketika berada di dalamnya. Ruang cuci tangan dan cuci piring didominasi dua gunung sampah setinggi setengah meter. Segala macam sampah ada di sini. Mulai dari kulit jeruk, pisang, nasi sisa, sampai bekas muntah pasien. Dan menariknya, gunungan sampah ini berada tepat di sebelah bilik di mana kami dirawat. Tidak usah kaget kalau pasien harus tidur berkawan tikus.

Turis Amerika itu juga bersama saya, tetapi tak lama dia di sini sudah dijemput staf kedutaan yang ‘menyelamatkannya’. “Tidak seharusnya kamu berada di tempat ini,” kata diplomat bule berpakaian parlente menjemput backpacker itu pulang. Ada sebersit rasa iri melihat kedutaan negara adikuasa itu memperhatikan warga negaranya bahkan sampai turis miskin yang kesasar di rumah sakit macam ini.

Pindah ruangan bukan berarti saya bisa beristirahat total. Rumah Sakit Lady Hardinge adalah salah satu sekolah kedokteran perempuan paling bagus di negara ini. Siapa sangka, hari ini adalah hari ujian praktek mahasiswi, dan saya digiring ke ruangan khusus untuk diperiksa para mahasiswi.

Ruang Pemeriksaan Hepatitis adalah nama ruangan tempat ujian praktik dilangsungkan. Bersama saya ada empat pasien lain yang menjadi ‘bahan ujian’.. Ketegangan menghiasi wajah gadis-gadis berjubah putih dengan nomor urut tersemat di dada. Seorang gadis cantik kebagian memeriksa saya.

Ia meminta saya menjelaskan keluhan-keluhan saya. Dari pertanyaannya, nampaknya ia cukup siap dengan gejala hepatitis. Kemudian saya diperiksa dengan stetoskop dan tensimeter. Dada saya dipukul-pukul.

Gadis-gadis lain juga memeriksa pasien dengan berbagai keluhan berbeda. Saya mengamati para calon dokter ini. Mereka adalah gadis-gadis muda dengan cita-cita yang tinggi, mengabdikan diri bagi masyarakat India. Mereka adalah perempuan yang tak mau kalah dari kaum pria, dan punya optimisme yang terpancar di mata mereka.

Tetapi, namanya juga mahasiswi, ada juga kebiasaan yang mengingatkan saya pada zaman kuliah dulu. Ada yang bawa contekan, ada yang tanya pada peserta ujian sebelumnya, ada yang minta tolong kawannya. Macam-macam tekniknya. Tetapi yang kebagian memeriksa saya setidaknya termasuk beruntung, karena belum ditanya pun saya sudah aktif menjelaskan segala gejala penyakit yang saya alami. Yang kebagian pasien wanita tua di sebelah tentunya apes, karena si pasien ngambek dan menolak menjawab pertanyaan apa pun. Si mahasiswi sampai menangis kehabisan akal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com