Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (109): Sikh

Kompas.com - 02/01/2009, 05:46 WIB

Beliau bersabda,

“Meskipun mereka melakukan pencurian, perzinahan, kebohongan, pelecehan, perampokan, dosa yang tak terbilang jumlahnya, menyakiti sesama makhuk siang malam, tetapi benang kapas selalul dilingkarkan Brahmana ke tubuh mereka. Mereka menggelar upacara, membunuh kambing, menyiapkan makanan, dan orang suci berkata ‘pasanglah janeu’. Ketika janeu itu sudah tua, benang itu dibuang, diganti yang lain. Tidaklah dawai itu kekal dan abadi kalau ia selalu rusak dan dibuang.”

Guru Nanak sering berdebat dengan pemuka agama Hindu dan Muslim. Saripati keagungan kedua agama besar itu juga nampak dalam ajarannya. Guru Nanak adalah musafir, menempuh perjalanan beribu-ribu kilometer untuk mencari kebenaran hidup, pencerahan batin, dan keagungan Tuhan. Ia melintasi gunung-gunung salju Himalaya menuju Tibet, melintasi padang pasir Sindh, menyeberangi lautan Arabia, menempuh perjalanan suci ke tanah Mekkah, Baghdad, Persia, Afghan, untuk belajar dari alam semesta raya. Guru Granth Sahib, kitab suci umat Sikh, bukan hanya ditulis oleh guru-guru Sikh, tetapi juga oleh orang suci dari kepercayaan dan agama lain.

Hanya ada satu Tuhan, manusia bisa berhubungan langsung dengan Tuhan tanpa perlu perantaraan ritual atau pandita, dan penolakan terhadap pembedaan manusia berdasar kasta dan gender adalah poin-poin utama dalam ajaran Sikh.

Sejarah agama Sikh yang baru lima abad ini tak selalu berjalan mulus. Kuil suci di Amritsar ini sudah beberapa kali dihancurkan para penguasa dari berbagai agama dari berbagai penjuru bumi, dibangun lagi, dihancurkan lagi, dibangun lagi, diserang lagi, dan seterusnya. Yang terakhir pada tahun 1984 ketika pasukan India di bawah pemerintahan Indira Gandhi menyerang kaum separatis Sikh yang ingin mendirikan Republik Khalistan – negeri bagi umat Sikh – yang menggunakan kuil ini sebagai tempat perlindungan. Bangunan suci ini rusak parah.

Sekarang, lebih dari dua puluh tahun berselang, sisa-sisa kehancuran masa lalu itu sudah tak nampak lagi. Yang saya rasakan adalah damai dan tenang, di bawah alunan mantra yang mengalun setiap waktu. Seorang pria bersurban tengkurap di atas lantai, memberi sujud yang dalam ke hadapan kuil suci di tengah danau. Seorang suci berjenggot lebat larut dalam doanya.

Di tempat suci ini, hati saya dipenuhi rasa berserah diri yang sepenuhnya.

(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com