Untuk kaum perempuan yang ingin melewatkan waktu luang, ada gedung khusus untuk menjahit dan menyulam. Selain mesin jahit, malah ada pula TV berwarna ukuran besar, untuk hiburan di sela-sela berkutat dengan jarum dan benang. Ada pula ruang cuci, dilengkapi dengan sederet mesin cuci modern dan sistem pembuangan air. Kebersihan terjamin. Toilet umum pun bersih dan tidak bau.
Turki tidak terbilang negara super kaya, tetapi dedikasinya untuk menolong negeri-negeri Muslim yang tertimpa bencana patut diacungi jempol. Saya sempat tersindir oleh selentingan penjaga pintu gerbang, “Mana tim relawan dari Indonesia? Kok tidak pernah kelihatan sama sekali? Di Muzaffarabad tak kedengaran, di Manshera pun tak ada?”
Saya pernah membaca di media Internet bahwa Indonesia pun ikut mengirim tim dokter ke Muzaffarabad. Tetapi ditugaskan di mana? Bahkan petugas KBRI pada waktu itu pun tak bisa memberikan jawaban.
Selain organisasi kemanusiaan, pemerintah Turki pun ikut terjun langsung ke Kashmir. Sabit Merah Turki membangun kompleks pengungsi modern. Mereka tidak tinggal di tenda, tetapi dalam rumah permanen yang bentuk dan ukurannya sama semua – kotak kubus bercat merah dan putih. Setiap kotak rumah dilengkapi dengan kasur, televisi, meja, kursi, yang semuanya serba modern dan cantik. Balok-balok rumah ini berjajar, berbaris rapi sepanjang baris dan kolom, dibagi menjadi beberapa blok dan distrik.
Friendship Street, Confidence Avenue, Dignity Lane, demikian mereka memberi nama jalan dan gang di kompleks pengungsi ini. Semuanya adalah harapan bagaimana Kashmir harus bangkit dari keterpurukan – persahabatan, martabat, kepercayaan diri, perdamaian, cinta, kebersamaan, dan seterusnya.
“Tidak semua orang beruntung untuk bisa tinggal di sini,” kata penjaga kompleks, “kami hanya mampu menampung segini banyak. Masih tidak sedikit para pengungsi yang tinggal di kamp miskin dan kumuh.”
Sampai kapan? Pemerintah Pakistan sudah memberikan tanggal batas 31 Maret, semua kamp pengungsian harus dikosongkan. Ke mana para pengungsi akan pergi? Tidak ada yang tahu. Pemerintah belum siap dengan rumah penampungan. Organisasi asing dan pemerintah negara sahabat pun masih kelimpungan menghadapi kesulitan medan di pegunungan ini. Di Noraseri tempat saya bekerja, hanya beberapa keluarga saja yang sudah menyelesaikan pembangungan rumahnya. Tenggat waktu sudah begitu dekat, tetapi semua masih belum siap.
Bendera Turki berkibar gagah, di samping bendera Pakistan dan Azad Kashmir. Seorang pria yang menjadi gila karena gempa, berlari ke sana ke mari membawa bendera Turki. Begitu dalam cintanya pada Turki, negeri jauh di seberang sana yang mengulurkan tangan hingga ke pelosok pegunungan ini.
Jalan Persahabatan, Gang Martabat, Blok Perdamaian, rumah-rumah balok ini menyiratkan harapan dan tekad dari puing-puing reruntuhan.
(Bersambung)
_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!