Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (157): Majlis di Noraseri

Kompas.com - 12/03/2009, 07:45 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

 

Ternyata bukan hanya di Muzaffarabad saja Chehlum diperingati. Bahkan di desa terpencil Noraseri, di atap rumah yang hampir ambruk, di hadapan gunung agung Nanga Parbat, orang-orang dengan takzim mendengar ceramah suri tauladan Imam Hussain.

Farman Shah, seorang penduduk desa terpandang, mengundang saya untuk mengikuti peringatan Chehlum yang diadakan di rumahnya, tepat pukul 1 siang. Seorang lelaki bernama Tajjamal khusus diutus untuk menemani saya yang masih di Muzaffarabad. Pria ini berkumis, berjenggot, dan bercambang lebat. Sebenarnya masih muda, tetapi karena rambut-rambut di wajahnya, jadi kelihatan tua sekali.

Perjalanan ke Noraseri dengan angkutan umum ternyata tidak mudah. Kami berdua sempat ganti kendaraan tiga kali. Yang pertama saya harus berdiri bergelantungan di luar mobil Suzuki, dengan kedua tangan memegang erat-erat tiang besi supaya tidak jatuh. Ini sebenarnya sudah lazim kalau berjalan-jalan di Pakistan. Tetapi jalanan Kashmir bergunung-gunung, berlubang dan bergerunjal. Berapa kali saya terlompat, belum lagi wajah saya diraupi debu jalan. Sungguh tidak nyaman.

Saya bertanya kepada Tajjamal tentang Aliwallah yang merayakan Ashura dan Chehlum. “Hai. Saya juga Aliwallah, karena saya juga cinta Ali. Bukan hanya orang Syiah saja yang Aliwallah. Semua orang yang mencintai Ali, termasuk Sunni, juga disebut Aliwallah.”

Tajjamal, sebagaimana kebanyakan orang Sunni di Pakistan, sangat tidak suka dengan kebiasaan menyakiti diri sendiri untuk menunjukkan rasa cinta dan perkabungan. “Tidak ada itu dalam Quran. Kebiasaan itu jahil, dari zaman jahiliyah sebelum Islam datang.”

Sekarang kami mencegat truk di jalan. Kebetulan supir truk adalah etnis Pashtun, yang merupakan suku mayoritas di Afghanistan. Suku ini terkenal dengan kulturnya yang konservatif.. Taliban adalah salah satu produknya yang tersohor. Si supir truk sepanjang jalan terus mengumpati kebodohan orang-orang yang melakukan zanjirzani.

Sejak bencana itu, Tajjamal tinggal di Muzaffarabad. Ini kali pertama ia kembali ke kampungnya. Gempa dan longsor yang terus mengguncang Noraseri membuatnya tak mengenali lagi jalanan di kampung halamannya itu. Tetapi semua orang desa rindu padanya. Sepanjang jalan, Tajjamal dipeluk dan dirangkul oleh penduduk yang kami jumpai.

Rumah Farman, sang empunya acara hari ini, terbilang cukup besar dan mewah. Keluarganya termasuk sangat kaya di desa ini. Tetapi sejak gempa mereka tinggal di tenda yang dipasang di pekarangan. Rumah Farman sudah retak. Temboknya bisa ambrol setiap saat, sangat berbahaya untuk ditinggali.

Tetapi justru di rumah yang dalam kondisi kritis ini, acara perhelatan dengan mengumpulkan orang-orang desa, akan diselenggarakan. Bukan di dalam rumah, melainkan di atas atap.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com