Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wisata Bahari, untuk Siapa?

Kompas.com - 20/03/2009, 15:38 WIB

Kalaupun membangun fasilitas, berupa cottages atau tempat peristirahatan, tidak perlu modal besar karena biasanya wisatawan menyukai tempat peristirahatan yang alami, bukan berupa hotel mewah. Namun, tarifnya setara dengan tarif hotel bintang lima dan tak pernah sepi peminat.

Di Wakatobi, misalnya, tersedia resort yang atapnya dari rumbia dan dindingnya sederhana. Namun, 11 kamar yang ada di resort itu tak pernah sepi wisatawan mancanegara dan bisa menghasilkan Rp 22 miliar setahun. ”Kesunyian, keterisolasian, serta keindahan terumbu karang dan ikan hias itulah yang menjadi daya tarik wisatawan,” kata Alex Retraubun.

Potensi alam seperti ini tidaklah sedikit. Di Indonesia setidaknya ada 59 lokasi selam yang sangat menawan. Karena keterbatasan infrastruktur, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata baru menawarkan 13 lokasi, di antaranya Nias, Mentawai, Ujung Kulon dan Anak Krakatau, Batam Rempang dan Galang, Riau Kepulauan, dan Kepulauan Seribu di DKI Jakarta.

”Ke-13 lokasi ini harus betul-betul dijaga, termasuk dari kerusakan akibat pengeboman ikan,” kata Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Indroyono Soesilo.

Selain menjaga, hal yang sangat penting untuk mengembangkan pariwisata di 13 lokasi itu adalah menyediakan infrastruktur yang memadai. ”Meskipun alamnya indah, jika tidak ada pelabuhan yang memadai atau infrastrukturnya terbatas, tidak ada wisatawan yang ke sana,” kata Indroyono.

Hal lain yang tak boleh dilupakan adalah menjaga lingkungan obyek wisata tersebut agar tidak rusak. ”Konservasi adalah faktor mutlak dalam pengembangan wisata bahari,” kata Didien Junaedy, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Wisata Bahari (Gahawisri).

Sayang, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) untuk wisata bahari hingga saat ini masih minim. Berdasarkan catatan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, jumlah wisman bahari baru sekitar 38,8 persen dari sekitar 6,7 juta wisatawan yang diklaim datang ke Indonesia.

Kurang serius

Pengelolaan wisata bahari memang terkesan kurang serius dilakukan pemerintah. ”Bahkan pemerintah terkesan tidak mempunyai cetak biru pengelolaan wisata bahari. Pembangunan infrastruktur tidak optimal serta koordinasi antarinstansi pemerintah masih sangat lemah,” kata Didien.

Pemerintah daerah dan masyarakat lokal pun seperti tidak dilibatkan dan tidak mendapat manfaat dari keberadaan obyek wisata bahari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com