Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (168): Negeri Para Petarung (4)

Kompas.com - 27/03/2009, 05:03 WIB

Dengan berat hati kami terus mendaki. Semakin ke puncak, jalanan semakin terjal dan licin. Berkali-kali saya terpereset pasir halus sepanjang tebing. Sementara di bawah sana, kaki gunung nampak jauh di ujung pandangan.

Sampai di puncak bukit, pertama kali saya melihat pemandangan Kashmir yang luar biasa ini. Bukit dan gunung bertebaran sejauh mata memandang, seperti kerut-kerut yang tak beraturan namun punya harmoni misterius yang menebarkan keanggunan surgawi. Gunung-gunung dibungkus selimut hijau yang permai. Langit biru dan gumpalan awan mempercantik lukisan Tuhan ini.

          “Lihatlah Kashmir kami yang cantik,” kata Farman bangga, dari titik puncak bukit ini. Kashmir memang dilukis Tuhan dengan konsentrasi penuh.

Tetapi yang membuat takjub bukan hanya lekukan kurva tubuh gunung yang sambung-menyambung tak beraturan namun berhamoni. Tengoklah dari kaki gunung hingga ke puncak-puncak terjal yang seakan tak mungkin didaki itu. Ribuan noktah putih bertebaran, merayap dari dasar lembah, ke punggung bukit, hingga titik-titik pundak yang menggapai langit.

Manusia merayap di sekujur tubuh pegunungan, membuat perkampungan yang hanya sebesar noktah dilihat dari angkasa. Bak perahu nelayan yang bertebaran di samudera, bak titik bintang yang berserakan di langit malam, noktah yang menyelimuti barisan gunung raksasa ini menyiratkan kebesaran Tuhan dan kerdilnya manusia.

Sekarang bayangkan ketika Tuhan menggoyang tempat ini, hanya dengan sedikit senggolan, meruntuhkan gunung-gunung raksasa, meluberkan tanah, menelan noktah-noktah kecil yang merayap, melumatkan manusia malang yang berteriak meratap. Semua makhluk mungil yang bagaikan hamba di depan kebesaran gunung-gunung, hilang tertelan begitu saja.

Itulah bencana dahsyat yang menghancurkan Kashmir. Setiap noktah kecil ini punya ceritanya masing-masing. Dan saya kini berada di Kandar, satu dari ribuan noktah itu, yang mengkisahkan tentang kegagahan bangsa petarung.

Gali, nama desa ini, terletak di puncak bukit. Ini masih belum masuk puncak desa Kandar Atas, yang paling terkenal dengan penduduknya yang ganas-ganas. Tetapi melihat keluhan Farman, nampaknya ini menjadi titik terakhir kunjungan kami ke desa-desa Kandar.

Tetua desa Gali adalah seorang kakek dengan jenggot putih lebat dan rambut berwarna oranye. Di Pakistan, sepertinya orang tua dengan rambut berwarna oranye lebih dihormati. Ada yang asli, ada pula yang semiran.

Kepalanya juga ditutup dengan surban yang cara melilitnya seperti orang Kandar lainnya, menyisakan sepotong pendek ujung kain keluar dari lilitan. Namanya Gul Zaman, menurut KTP-nya lahir tahun 1928. Ia menunjukkan sebilah pedang, disebut talwar. “Ini adalah kebanggaan orang Kandar,” katanya bangga, sambil terkekeh-kekeh menyembulkan senyum di balik jenggot putihnya. Kalau di daerah Hunza, talwar cuma aksesori pengantin, di Kandar pedang ini masih berfungsi sebagai senjata atau perlengkapan olah raga. Selain pedang, Gul Zaman juga menunjukkan tongkat kayu, yang pasti juga jadi senjata ampuh untuk memukul musuh.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Jalan Jalan
Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Travel Update
Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com