Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Oleh-oleh sebagai Ikon Kota

Kompas.com - 05/08/2009, 11:12 WIB

Sebetulnya, sudah sejak lama saya menyimpan “dendam” untuk menampilkan ikon oleh-oleh baru dari Yogya, yaitu jadah manten. Ini adalah jajanan basah yang dibuat dari ketan kukus, diisi suwiran ayam gurih, di-topping dengan sedikit santan kental, dibungkus dadar membentuk segitiga, lalu dijepit dengan bambu tipis. Penampilannya menarik, rasanya luar biasa. Jadah manten juga merupakan sebuah pusaka kuliner yang pantas untuk dipopulerkan kembali. Beberapa kali saya “memanas-manasi” orang Yogya untuk mengemas jadah manten secara lebih kreatif dan mempromosikannya sebagai oleh-oleh juara dari Yogyakarta.

Senyampang sekarang Departemen Perdagangan sudah punya perhatian pada sektor kuliner, ada baiknya bila juga memerhatikan subsektor oleh-oleh ini. Menurut pendapat saya, bila digali dan dikaji secara mendalam, setiap kota besar Indonesia – khususnya yang punya bandara – harus dapat menampilkan setidaknya satu jenis oleh-oleh yang dapat dikembangkan hype-nya sehingga menjadi ikon kota yang bersangkutan. Semarang Kota Lumpia. Yogyakarta Kota Jadah Manten. Manado Kota Nasi Kuning. Dan sebagainya! Jakarta pun perlu punya oleh-oleh yang ikonik, supaya jangan hanya Dunkin’ Donuts atau Roti Boy yang ditenteng penumpang di Bandara Soekarno-Hatta.

Bayangkan, bila setiap penumpang pesawat terbang menenteng satu kemasan oleh-oleh dari setiap bandara pemberangkatan, berapa nilai ekonomi baru yang dapat dibangkitkan? Apalagi bila dipikirkan pula sistem produksinya secara bertingkat agar menguntungkan para pelaku ekonomi golongan kecil dan menengah. Ekonomi rakyat di bidang kuliner adalah kekuatan kita sejak dulu.

Yang juga sangat perlu dipertimbangkan adalah kemasan serta usia produk. Alangkah kecewanya kita bila membawa ayam panggang kalasan yang ternyata sudah basi ketika tiba di rumah. Berbagai jenis kue basah juga cukup rentan terhadap waktu, sehingga perlu ditangani secara khusus. Klappertaart dari Manado repot dibawa untuk perjalanan jauh.

Industri oleh-oleh merupakan subsektor ekonomi yang sangat khas Indonesia. Di bagian dunia lainnya, jarang sekali saya melihat fenomena ini. Di Amerika Serikat, misalnya, beberapa kota besar memiliki ikon kuliner yang cukup populer. Tetapi, hampir semuanya merupakan makanan yang harus disantap di tempat. Takeaway hanya sebatas membawa makanan dari restoran ke rumah, bukan dari satu kota ke kota lain. Hal yang sama juga berlaku di Eropa. Bahkan di negara-negara Asia yang lain pun saya belum melihat tradisi berbelanja oleh-oleh seperti di Indonesia.

Justru karena merupakan satu hal yang sangat khas, mestinya sektor bisnis oleh-oleh ini harus dipikirkan lagi secara selangkah ke depan, khususnya untuk memberi kemudahan bagi konsumen yang pada gilirannya pasti akan menggelembungkan nilai ekonominya.

Contohnya saya lihat di bandara Manila. Orang Filipina suka sekali membawa oleh-oleh es krim dengan rasa mangga dan ubi. Mereka bangga sekali dengan kekhasan es krim itu, serta menganggapnya sebagai ikon Filipina. Es krim dapat dibeli di sebuah gerai di dalam bandara, setelah prosedur check in dan imigrasi dilalui – sepanjang waktunya masih cukup. Pembeli hanya mendapat baggage tag untuk mengambil es krim yang dikemas dalam styrofoam box dan diisi dry ice di conveyor belt di bandara tujuan. Praktis, bukan? Cara-cara seperti ini agaknya perlu dipikirkan kemungkinannya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com