Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramadhan di Perancis (2)

Kompas.com - 11/09/2009, 11:31 WIB

Kolak biji salak

Nah, lucunya, tahun lalu sejumlah teman Perancis yang terkenal penasaran meminta saya untuk mengajak mereka buka puasa bersama. Sebelumnya, saya ceritakan kepada mereka bahwa buka puasa itu terasa beda sekali dengan makan malam biasa. Ada tahapnya, dimulai dari yang manis-manis lalu shalat dulu dan kemudian dilanjutkan dengan makanan besar. Saya rasa makanan manislah yang membuat mereka penasaran.

Jadilah saya dan suami mengundang beberapa teman Perancis kami berbuka puasa di rumah. (walaupun hanya kami berdua yang berpuasa). Sebagai menu pembuka, kami memutuskan untuk membuat kolak biji salak. Untuk makanan utama, saya membuat gulai sapi, sayur nangka, tumis sayur tahu dan telur balado spesial masakan suami saya, Kang Dadang. Satu lagi, sambal goreng pete Kang Dadang. Meski orang Perancis tulen, untuk urusan pete Kang Dadang jagonya.

Saat itu buka puasa jatuh pukul 20.00. Para tamu yang jumlahnya enam orang sudah hadir setengah jam sebelumnya. Minuman hangat sudah saya siapkan. Kurma dan manisan buah pun sudah tersaji di meja tamu. Tak lupa saya sajikan tarte appel bagi mereka yang tak menyukai kurma maupun manisan buah-buahan.

Waktu maghrib pun tiba. Kepada para tamu kami sampaikan acara buka puasa bisa dimulai. Mereka protes. Mana adzan maghribnya? Alamak, kami lupa menyiapkan suara adzan dari internet. Kami terbiasa menggunakan kalender yang kami cetak (print) sebagai penanda waktu. Mereka penasaran sekali dengan kumandan adzan karena sebelumnya saya bercerita suara adzan maghrib adalah penanda waktu berbuka. Tanpa adzan maghrib kami lalu memulai ritual buka puasa.

Saat minuman hangat dan cemilan manis mulai masuk mulut, saya tanyakan kepada mereka, apakah mereka melakukan permintaan saya? Saya meminta mereka untuk tidak makan dan minum setidaknya empat jam sebelum waktu buka. Salah seorang menyeletuk, “Saya sudah lima jam tidak makan dan minum. Dari tadi sebenarnya saya menunggu suara adzan karena perut keroncongan dan haus bukan main. Heran benar, bagaimana kalian bisa bertahan 15 jam tanpa makan dan minum.”

Makanan utama yang kami sajikan tersikat habis. Teman-teman kami makan sambil berlinang air mata. Bukan karena haru, tapi karena kepedasan telur balado dan sambal goreng pete Kang Dadang.  Rasa pedas bukan tradisi kuliner Perancis, tapi herannya mereka semua suka meski menurut mereka mulut serasa terbakar dan kuping menjadi berasap.

Akhirnya, tibalah saatnya makanan penutup di sajikan. Dari sejumlah makanan penutup yang kami sajikan, mereka memilih kolak biji salak yang bersauskan santan. Mungkin karena menu itu Indonesia banget kali ya.

Saya dan suami  sampai stres membuat biji salak ini. Sepanjang hari kami bolak-balik ke supermarket mencari ubi. Entah sudah berapa ubi yang kami buat. Ubi yang kami dapatkan di sini terlalu lembek, tidak bisa membulat saat tercampur tepung sagu.

Saat akhirnya berhasil membuat bulatan kolak biji salak hati ini girang dan bangga bukan main. Gula jawa yang kami campur dalam santan pun spesial, karena kami berhasil mendapatkan gula asli Indonesia di kota ini. Top lah, pikir kami berdua. Inilah menu penutup khas Indonesia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com