Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meretas Sulitnya Berkomunikasi

Kompas.com - 15/01/2010, 17:10 WIB

Dari semua lembaga yang ada, saya memilih belajar bahasa Perancis di Universitas Paul Valery. Di kampus itu ada kelas khusus untuk orang asing. Informasi tentang kampus ini saya dapat dari adik ipar saya yang menjadi mahasiswa di sana. 

Umumnya, mereka yang mengambil kelas ini adalah orang asing yang akan melanjutkan studi di Perancis. Ada juga orang asing yang mengambil kelas ini guna mendapatkan diploma untuk bekal mengajar bahasa Perancis di negaranya. Saya pun bisa mendapatkan diploma di kelas ini, sesuatu yang tidak bisa saya dapatkan di lembaga kursus lain.  

Tapi sayang, belajar bahasa di kampus ini tidak gratis. Meski kampus negeri, Universitas Paul Valery tidak mendapat bantuan dari pemerintah. Jadi, para mahasiswa di kampus ini harus membayar uang kuliah. Di Perancis program sekolah gratis berlaku dari tingkat TK hingga SMA. Sementara di tingkat universitas biaya kuliah boleh dibilang murah sekali. Mahasiswa hanya membayar di tahun pertama, selebihnya tidak ada lagi biaya kuliah. Kala itu, tahun 2001, saya harus membayar 700 euro per semester.

Saya tertarik  dengan mata pelajaran yang ditawarkan oleh kampus ini. Kita tidak hanya belajar bahasa, tapi juga cinema, ekonomi, sosial, dan banyak pilihan lainnya. Tak apalah harus keluar uang, toh untuk kemajuan diri sendiri, pikir saya.

Banyak orang bilang bahasa Perancis adalah bahasa terindah sedunia. Buat saya, bahasa Perancis susahhhh dan jelimet! Belajar bahasa Inggris saja sudah lumayan bikin pusing karena tata bahasanya, tapi bisalah terserap oleh otak ini. Nah, kalau bahasa Perancis, -istilahnya orang “perancis” alias perapatan Ciamis- “kabina-bina teuing heseh pisan!” (keterlaluan susah bener).

Entah karena faktor umur juga kali ya yang sudah menua, tata bahasa Perancis sulit sekali tercerna dengan baik di otak saya. Bayangkan saja, setiap kata memiliki jenis kelamin! Kita wajib hapal! Perubahan kata kerja berdasarkan waktu dan si pemakai juga bikin kepala saya menguap.

Awal tahun ajaran, saya dibuat stress luar biasa. Apalagi teman kuliah saya rata-rata anak  baru lulus SMA, jadi otaknya juga masih segar. Dosen saya di tahun ajaran pertama merupakan mimpi buruk bagi saya. Entah ada apa dengan dirinya, tapi mulutnya selalu saja sinis dengan orang Asia. Kesal sekali saya dengan celotehannya tentang kami orang Asia.

“Orang Asia kupingnya tuli, susah sekali mencerna tatabahasa Perancis. Berkali-kali diterangkan, mereka tetap saja tak mengerti. Mungkin ada sumbat di kupingnya kali ya,” begitu sering dia berucap.

Lain waktu dia bicara begini, “Orang Asia bukan hanya pemalas, tapi juga lamban sekali otaknya. Saya sudah tidak tahu lagi bagaimana harus menerangkan kepada kalian.”

Saya berusaha menerangkan padanya bahwa tata bahasa Indonesia boleh dibilang mudah. Untuk menunjukan waktu, kami menggunakan sebuah kata, tak ada perubahan dalam kata kerjanya. Misalnya, mau makan kemarin, hari ini atau esok, kata kerjanya tak berubah. Jadi saya minta agar dia memaklumi kelambatan otak saya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com