Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benahi Pariwisata, Sambut Wisatawan

Kompas.com - 14/08/2010, 03:50 WIB

Keluhan soal ketidaknyamanan juga disampaikan sejumlah pengunjung yang melewati jalur sungai saat hendak menuju Pulau Kemaro. Dinah (39), warga Dumai, Riau, yang ditemui di dermaga Benteng Kuto Besak (BKB) mengungkapkan kekagetannya soal mahalnya tarif sewa perahu ketek. Untuk menuju kawasan yang letaknya ada di bagian timur Sungai Musi tersebut, tukang perahu memasang harga Rp 150.000.

”Padahal, mengacu pada papan aturan tarif yang dipasang pemkot di dermaga tersebut, tarif sewa perahu dari BKB ke Pulau Kemaro ini hanya Rp 50.000 saja. Tarif paling mahal tercatat Rp 100.000 untuk sewa perahu berkeliling Sungai Musi,” ujar Dinah.

Kendala pengembangan tempat wisata ini tak sebatas pada infrastruktur, tetapi juga di dalam kawasan Pulau Kemaro pun belum dikelola optimal. Di sana hanya tersedia warung kecil yang menawarkan mi rebus dan minuman ringan. Tidak tersedia pula suvenir yang khas Pulau Kemaro. Padahal, banyak wisatawan yang sehabis berkunjung ke lokasi itu ingin membeli sejumlah barang yang nantinya dibawa ke tempat asal sebagai kenang-kenangan yang bersangkutan dari pulau pagoda Hok Tjing Bio tersebut.

”Akibatnya, Pulau Kemaro tidak mengalami perkembangan yang berarti. Sejak dulu sampai sekarang aktivitas pariwisata di sana hanya terpusat pada ritual keagamaan Cap Go Meh. Lalu, pada hari-hari biasa, Pulau Kemaro menjadi tempat wisata mati suri,” katanya.

Hal yang sama terjadi pada tempat belanja songket dan aneka suvenir di sentra industri Songket, Tangga Buntung. Warga dari luar Palembang yang berminat mengunjungi gerai songket ”Cek Ipah, Cek Dilah” dan gerai lain di kawasan Tangga Buntung terus menurun selama dua tahun terakhir.

Menurut Dilah, pemilik gerai songket, lonjakan transaksi tertinggi terjadi pada saat kegiatan tahun Kunjungan Musi 2008. Ketika program itu baru bergulir setengah tahun, omzet dari penjualan rata Rp 1,5 juta per hari.

”Saat itu posisi perajin songket di Tangga Buntung sangat bagus. Pembeli selalu datang ke gerai kami setiap hari, tetapi sejak tahun lalu jumlah pengunjung yang membeli sangat minim. Dalam seminggu belum tentu ada pembeli,” kata Dilah.

Zainal Arifin, pemilik Zainal Songket, berpendapat, pengusaha sebenarnya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pemerintah terkait dengan penurunan transaksi songket. Di sisi lin, para pengusaha di sentra industri Tanggap Buntung harus menerapkan strategi khusus untuk mengatasi stagnasi pemasaran songket.

Caranya bisa beragam, misalnya mengemas ulang strategi pemasaran sentra industri songket Tangga Buntung. Langkah itu hanya bisa dilakukan dengan cara menggalakkan promosi, baik melalui media massa, radio, brosur, pamflet, reklame, maupun yang lain sejenisnya.

Waktu kunjungan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com