Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hidup Berdampingan dengan Anak Krakatau

Kompas.com - 30/08/2010, 17:00 WIB

Perasaan pasrah dan waswas itu mendorong warga Pulau Sebesi untuk selalu melakukan doa bersama di Gunung Anak Krakatau sekali setahun.

Siang itu, Minggu (25/7/2010) pukul 13.30, puluhan warga Pulau Sebesi baru selesai melaksanakan doa bersama di hutan yang berada di kaki Gunung Anak Krakatau.

Doa bersama diawali dengan shalat dzuhur berjamaah, dilanjutkan membaca Surat Yasin dan membaca tahlil yang dipimpin imam masjid Pulau Sebesi.

Menurut Rahman (47), tokoh masyarakat Pulau Sebesi, doa bersama di Gunung Anak Krakatau dulu dilakukan setiap bulan Maulud (bulan ketiga penanggalan Jawa). Sejak ada Festival Krakatau, doa bersama digelar pada saat festival berlangsung.

”Anak Krakatau ini gunung yang berbahaya. Jadi, kami berdoa bersama untuk keselamatan warga Pulau Sebesi,” kata Rahman.

Rahman menceritakan, dulu doa bersama selalu diikuti dengan upacara melarung kepala kerbau ke laut. Namun, sekarang warga tidak lagi melarung kepala kerbau karena pemborosan. Warga merasa cukup melaksanakan doa bersama secara sederhana.

Bekas kedahsyatan letusan Gunung Krakatau tahun 1883 masih dapat ditemui hingga kini. Hayun (38), warga Pulau Sebesi, mengungkapkan, warga sering menemukan perabotan dapur, seperti cobek dan gelas, saat menggali tanah. Perabotan itu dihanyutkan gelombang tsunami dan terkubur dalam tanah.

Hayun mengutarakan, rasa waswas selalu menghantui warga Pulau Sebesi, apalagi ketika Gunung Anak Krakatau mulai batuk-batuk. Terakhir, Gunung Anak Krakatau menunjukkan peningkatan aktivitas tahun 2007 dan 2008 yang disertai keluarnya semburan asap, pasir, dan batu pijar.

”Waktu itu warga cemas, Gunung Anak Krakatau yang lagi batuk-batuk menimbulkan gempa kecil di Pulau Sebesi. Warga hanya bisa pasrah kepada Tuhan,” lanjut Hayun.

Untuk mengungsi meninggalkan Pulau Sebesi, kata Hayun, tidak mungkin karena kapal yang tersedia hanya belasan. Selain itu, warga memiliki ikatan emosional yang kuat dengan Pulau Sebesi sehingga enggan meninggalkan Pulau Sebesi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com