JAMBI, KOMPAS.com — Menjelang pelaksanaan program konversi minyak tanah ke gas, keberadaan minyak tanah di Jambi mulai langka.
Beberapa warga di Kota Jambi mengaku, selain langka, harga minyak tanah yang biasanya di kisaran Rp 4.000-Rp 5.000 per liter saat ini sudah mencapai Rp 8.000 per liter.
"Sekarang ini susah mencari minyak tanah. Dimana-mana tidak ada, kalaupun ada harganya sudah mencapai Rp8.000 per liter," ujar Bujang, warga Broni, Jambi, Rabu (19/1/2011).
Anggota DPRD Kota Jambi, Dede Firmansyah, mengatakan, kelangkaan minyak tanah di sejumlah daerah di Provinsi Jambi diperkirakan karena adanya rencana konversi gas mulai 2011 ini.
"Bisa saja itu terjadi mengingat kelangkaan minyak tanah terjadi ketika program konversi gas akan diberlakukan," ujarnya.
Menanggapi pelaksanaan konversi minyak tanah ke gas, politisi Partai Keadilan Sejahtera ini menyayangkan belum adanya kepastian soal waktu pelaksanaannya.
"Menurut pemerintah, katanya per 1 Januari 2011. Namun, sampai saat ini tidak ada juga kejelasannya," katanya.
Ketidakjelasan itu menyebabkan gejolak masyarakat terhadap keberadaan minyak tanah.
"Selain memang sudah dibatasi, adanya rencana konversi yang tidak jelas mengakibatkan masyarakat resah. Apalagi, sebagian besar warga Jambi masih bertumpu pada minyak tanah," tuturnya.
Kepala Bagian Ekonomi Sekretariat Daerah Kota Jambi Nofriansyah mengatakan, pihaknya sampai saat ini belum bisa memastikan kapan konversi minyak tanah ke gas di Jambi dimulai.
"Kami hanya menunggu. Jika konsultan menyatakan siap, program tersebut dapat dilaksanakan segera. Tapi, sampai hari ini, kami belum mendapatkan keterangan apa-apa dari konsultan," ujarnya.
Program konversi minyak tanah ke elpiji di Provinsi Jambi rencananya mulai dilaksanakan awal 2011.
Untuk mewujudkan rencana itu, pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten di Jambi bekerja sama dengan Pertamina telah menyiapkan sedikitnya 600.000 tabung elpiji ukuran tiga kilogram berikut kompor dan peralatannya.
Meski begitu, program tersebut menuai banyak kritik, baik dari kalangan DPRD maupun tokoh masyarakat setempat. Ini karena rencana itu dinilai tidak terencana dengan baik dan tidak didukung sosialisasi menyeluruh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.