Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kidung Kesuburan Agrowisata di Mengesti

Kompas.com - 07/02/2011, 09:13 WIB

Sebagai pupuk tanaman, petani menggunakan pupuk organik berbahan kotoran ayam dan sapi. Tampaknya penggunaan pestisida menjadi barang haram. Petani menggantinya dengan urine sapi, setelah melalui proses.

Setelah itu, wisatawan singgah di kebun milik Sudiksa seluas 1,2 ha. Di kebun ini ditanami cokelat, avokad, kopi, salak, manggis, durian, cabai, serai, sirih, kunyit, dan jahe. Hasil pertanian itu lalu disuguhkan kepada para tamu, melalui proses sederhana.

Misalnya air padi beras merah itu disangrai dulu, lalu direndam dalam air sejenak, disaring kemudian diseduh dengan air panas. Tergantung selera dan suasana saat itu, tinggal pilih aroma minuman yang disukai. Biasanya pada siang hari, air beras merah itu dicampur daun serai, dan apabila cuaca dingin, minuman air beras merah itu beraroma jahe.

Sejak lama

Sejatinya pertanian berkelanjutan berbasis lingkungan dan budaya. Konsep bertani seperti itu diterapkan sejak berabad silam, melalui sistem irigasi subak. Bahkan, pelestarian lingkungan disimbolkan lewat kidung-kidung yang akrab dilontarkan petani, saat istirahat dari pekerjaan di sawah.

Kidung itu berbunyi demikian: Ado kidung kedis kurkuak, balang kajo ne menyuling, pici-pici ne nerompong, kunang-kunang kakul ne bekempul, kekawo ne tameang, jangkrik ngibing, kokokan tandang-tandang (ada lagu burung kurkuak, belalang memainkan suling, siput berjejer bagai alat musik terompong/gender, kunang-kunang dan keong menabuh gong, laba-laba membikin jaring, jangkrik menari-nari, burung kuntul berlenggang).

Itu sebuah kidung kesuburan atau kearifan lokal petani. Burung kurkuak dikiaskan sebagai pemakan sejenis belalang yang merusak tanaman, suara-suara jangkrik dan kunang-kunang yang mengeluarkan cahaya pada malam hari, berperan mengusir tikus, sedangkan keong mengeluarkan hormon yang berguna bagi proses tumbuh-kembang tanaman dan kesehatan tanah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com