”Kami sekarang sampai kewalahan menampung hasil bumi warga. Kadang mereka datang membawa pisang banyak sekali, satu long boat penuh pisang. Untungnya, sekarang semakin banyak warga Agats yang membeli di sini sehingga uang bisa berputar terus,” ujar Ayun, pengelola kios Maju Bersama.
Uskup Agats Mgr Aloysius Murwito menuturkan, warga Asmat belum pandai hitung- menghitung. Mereka gampang menderita kerugian. Contohnya, seorang warga ingin menjual ayam jantan seharga Rp 100.000. Ketika pembeli menawar Rp 50.000, justru ayam itu diberikan seharga Rp 40.000. Contoh lain, sebuah ukiran ditawarkan Rp 500.000, ketika ditawar Rp 200.000 langsung diberikan. ”Mereka tidak bisa menentukan harga,” ungkapnya.
Untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat, ujar Aloysius, harus dihidupkan transaksi-transaksi yang adil sehingga warga mendapat uang untuk memenuhi kebutuhan. Keuskupan Agats pun mengembangkan Credit Union (CU) untuk modal usaha warga Asmat. Nasabah CU berkembang mencapai 780 orang. Namun, upaya itu tidak selalu mulus. Sebanyak 180 nasabah pinjamannya diputihkan akibat kredit macet. ”Dari hitungan kami sebenarnya mereka mampu mengembalikan. Mereka belum mampu mengelola keuangan,” ujarnya.
Potensi perekonomian Asmat sebenarya besar, misalnya perikanan dan pariwisata. Akan tetapi, potensi yang dimiliki belum digarap dengan baik. Padahal, apabila dikembangkan serius akan menjadi motor yang menggerakkan perekonomian rakyat. Dari kedua sektor itu bisa dibuka usaha mikro kecil, seperti kios cendera mata, restoran, dan usaha perhotelan. ”Bisa dikembangkan paket-paket wisata alam dan budaya. Bisa saja buka paket perjalanan wisata Jayapura-Wamena-Asmat. Asmat ini menarik karena memiliki keunikan yang tidak ada di tempat lain,” ujarnya.
Bupati Asmat Yuvensius A Biakai mengakui Asmat tertinggal dibandingkan dengan wilayah lain, terutama dibandingkan dengan Papua bagian utara. Ia menuding Pemerintah Provinsi Papua kurang memerhatikan wilayah Selatan Papua sehingga kabupaten harus bekerja sendirian. Karena itu, pihaknya mendorong segera dilakukan pemekaran wilayah selatan jadi Provinsi Papua Selatan untuk memacu pertumbuhan perekonomian di wilayah Selatan. Jika perekonomian wilayah selatan maju, Asmat juga maju. ”Pemekaran Provinsi Papua Selatan itu adalah kebutuhan,” ujarnya.
Yuvensius menarik kondisi kontras Papua bagian utara dengan Papua Selatan sebagai metafor negara-negara Utara dan negara-negara Selatan. Yang tergolong negara-negara Utara itu umumnya kaya dan makmur, sedangkan negara-negara Selatan itu dikelompokkan negara miskin atau negara berkembang. Demi keseimbangan, kearifan lokal yang dikembangkan di Papua, sewajarnya bagian Utara membantu bagian Selatan.