Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangunan di Darat Menggusur Pasar Terapung

Kompas.com - 08/05/2011, 19:12 WIB

Bersejarah
    Pasar terapung Muara Kuin adalah pasar yang legendaris. Pasar itu ada sejak Kerajaan Banjar berdiri tahun 1526. Namun, ada versi lain yang meyakini pasar Muara Kuin sudah ada jauh sebelum Kerajaan Banjar berdiri.

    Namun, keduanya bermuara sama, yakni pasar terapung terbentuk dari tradisi berperahu penduduk Kalimantan Selatan.

    Budayawan dan pemerhati bahasa Banjar, Djantera Kawi, mengatakan, dulu hampir semua pasar di Banjarmasin berada di tepi sungai. ”Dulu sungai menjadi urat nadi kehidupan masyarakat. Sarana transportasi utama warga adalah sungai karena belum banyak jalan.”

    Selain di Muara Kuin, pasar terapung juga terbentuk di Lokbaintan di Sungai Martapura, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar. Jumlah pedagang di Lokbaintan kini tinggal 200-an orang. Tak ada data yang pasti berapa jumlah pedagang sebelumnya. Namun, banyak yang memperkirakan dulu jumlahnya dua kali lipat.

    Dosen Program Pendidikan Sejarah Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Hairiyadi, menambahkan, pasar apung Lokbaintan terbentuk setelah Kerajaan Banjar berdiri. Posisi Lokbaintan lebih dekat dengan pusat produksi komoditas pertanian daripada Muara Kuin. ”Dari Lokbaintan, sebagian hasil bumi dikirim ke Muara Kuin. Letaknya yang dekat dengan pusat produksi komoditas pertanian itu adalah salah satu penyebab pasar apung Lokbaintan masih lebih ramai,” kata Hairiyadi.

    Warisan peradaban sungai makin surut, tergeser oleh kemudahan akses di darat. Di pasar terapung Muara Kuin dan Alalak, pada akhir pekan, aktivitas justru didominasi para wisatawan. Sayangnya, kebanyakan wisatawan sekadar mengagumi fenomena transaksi unik di atas perahu, tetapi tak mendongkrak transaksi di pasar apung.

    Pembangunan yang pesat di darat cenderung tak memerhatikan keberadaan sungai-sungai kecil sehingga akses ke Barito melalui sungai makin sulit. Banyak sungai kecil di Kota Banjarmasin yang saat ini tak bisa lagi dilalui perahu. Penyebabnya, alur sungai tertutup jembatan beton serta adanya penyempitan atau pendangkalan sungai. ”Dulu, jumlah sungai di Kota Banjarmasin diperkirakan lebih dari 400 buah, tetapi sekarang tinggal 100 saja,” kata Djantera.

    Salah satunya, sungai kecil di Jalan Letjen Sutoyo dari arah Pelabuhan Trisakti menuju Masjid Raya Sabilal Muhtadin. ”Tahun 1970, sungai itu masih bisa dilalui perahu, tetapi sekarang tidak bisa lagi,” ujarnya.

    Tanpa mempertimbangkan nilai strategis sungai sebagai aset yang berharga dalam membangun kawasan Banjarmasin, umur pasar terapung barangkali tak akan lama lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com