Nuansa Minahasa disuguhkan kepada penonton dengan alunan alat musik kolintang yang dimainkan grup Kawanua, serta tari-tarian yang menggambarkan bersemangatnya muda-mudi Minahasa hingga yang bernuansa ritual.
Dalam
Gaya lebih beragam terlihat pada bagian kedua peragaan yang menggabungkan motif sisik ular dengan pinawetengan, pinatembaga, dan pinabia. Pilihan gaya disediakan mulai dari jaket bermotif dengan rok pendek polos yang cocok digunakan untuk bekerja, kebaya polos dengan bawahan berupa kain bermotif pinatembega, atau gaun
Apa yang dilakukan Thomas dan YISB Sulawesi Utara ini merupakan upaya untuk menghidupkan kembali tenun Minahasa yang sudah menghilang sekitar 200 tahun karena kentalnya pengaruh budaya luar yang dibawa penjajah, terutama Belanda. Minimnya pendokumentasian informasi tenun ini membuat Thomas harus mengandalkan buku dan foto yang memperlihatkan penggunaan tenun dalam kegiatan tarian ritual.
Informasi sangat terbatas. Tidak ada data tentang lokasi tempat tenun dibuat, siapa pemakai, dan bagaimana cara memakainya. ”Contoh kainnya pun yang saya tahu hanya ada selembar di Museum Nasional dan beberapa di Belanda,” tutur Thomas, yang pernah mengolah kain tradisional daerah lain, seperti Aceh, Cirebon, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur ini.
Sementara itu, Ketua YISB Sulawesi Utara Benny J Mamoto menjelaskan alasan di balik pemilihan Jakarta sebagai tempat untuk memperkenalkan tenun Minahasa. ”Jakarta adalah kota yang gaya hidupnya dijadikan acuan orang dari daerah lain. Dengan memperkenalkan tenun Minahasa di Jakarta, saya berharap orang asli Minahasa turut memakai dan bangga atas kekayaan budaya mereka,” kata Benny.