Kapal pengangkut batu bara, misalnya, tidak bisa bersandar di dermaga. Muatan batu bara dari truk terpaksa dinaikkan ke kapal tongkang terlebih dulu. Baru kapal tongkang itulah yang muat ke kapal pengangkut yang lebih besar yang lego jangkar di dekat Pulau Tikus sekitar 7,2 kilometer dari pelabuhan.
Selain itu, pendangkalan alur juga sempat menganggu d istribusi bahan bakar minyak (BBM) ke Provinsi Bengkulu. Akibatnya, pasokan ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) tersendat sehingga terjadi antrean kendaraan. Pertamina terpaksa menggunakan kapal kecil untuk mengangkut BBM.
Seandainya memaksakan diri masuk kapal bertonase besar berisiko karam seperti yang pernah terjadi pada kapal pengangkut minyak sawit mentah (CPO) pertengahan Maret lalu .
Menurut Ade, tidak masuknya kapal pengangkut CPO ke pelabuhan Pula u Baai juga disebabkan karena pendangkalan alur masuk pelabuhan. CPO dari Bengkulu justru diekspor melalui pelabuhan lain di antaranya Teluk Bayur, Sumatera Barat.
Itulah sebabnya ekspor CPO Bengkulu tidak tercatat dalam neraca ekspor impor yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) padahal di Bengkulu terdapat tidak kurang dari 240.000 hektar kebun kelapa sawit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.