Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia dalam Secangkir Kopi

Kompas.com - 18/09/2011, 01:50 WIB

Ironis

Ironisnya, cerita Agam, mereka sempat kesulitan mendapatkan kopi berkualitas premium melalui pedagang (trader) kopi yang bermain di pelataran internasional. Mereka enggan melayani pasar domestik Indonesia. Bukan apa, pihak pedagang bersikap pragmatis. Kedai kopi lokal sanggup beli berapa banyak sih produk specialty coffee? Begitu kira-kira sikap para pedagang internasional ini.

Agam bercerita lagi, ia pernah mencoba membeli biji kopi premium Toraja Kalosi melalui sebuah perusahaan besar yang bermain di pasar internasional. Jawabannya seperti ditirukan Agam, ”Maaf kami tidak melayani pasar domestik.”

Perusahaan yang membina sebuah perkebunan kopi di tanah Sulawesi tersebut memasok 100 persen hasil kebun kopinya ke Jepang. Ya, Jepang memang dikenal amat menyenangi cita rasa kopi toraja. Oleh karena itulah, secara militan, Agam dan Irvan lantas harus berburu mencari biji-biji kopi terbaik langsung dari petani-petani kopi di Indonesia.

”Bisa dipahami sikap trader seperti itu. Sebab, demand dari peminum specialty coffee di Indonesia memang masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Jadi, meski banyak kopi berkualitas asal Indonesia, belum tentu bisa mudah dinikmati orang Indonesia sendiri,” tutur Agam.

Hampir seluruh produksi kopi organik arabika kintamani yang kira-kira sekitar 600 ton dalam sekali panen diserap oleh pasar ekspor. ”Sisanya baru dilempar ke pasar lokal,” ujar Ketua Unit Usaha Produktif Subak Abian Merta Sari, Desa Manikliu, Kintamani, I Wayan Suwita. Itu artinya kopi kelas premium yang dihasilkan oleh 16 mesin penggilingan kopi di daerah itu sebagian besar untuk pasar internasional. ”Kami punya kontrak dengan empat eksportir dari Surabaya,” kata Suwita.

Kedai lokal pemain di ranah specialty coffee lainnya yang mengesankan adalah kedai Kopi Kamu yang berlokasi di Senayan Residence, Jakarta. Kedai yang baru didirikan pengusaha Rudy J Pesik pada Juni 2010 ini juga dengan kesadaran penuh mengusung kopi terbaik asal Indonesia. Rudy yang membeli waralaba Camus di Perancis ini memasarkan produk Kopi Kamu di 1.000 outlet di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Arab Saudi, Malaysia, dan Singapura.

Rudy Pesik yang antara lain mempunyai bisnis di bidang kargo DHL Express itu masuk bisnis kopi karena merasa tertantang setelah kopi Indonesia dikatakan tidak enak. Kopi luwak, misalnya, merupakan potensi Indonesia dan telah terbukti dikenal di kalangan penikmat kopi internasional. ”Kita ini di Nusantara mempunyai kopi dengan kualitas bagus. Saya tertantang untuk membuktikan bahwa kopi kita yang terbaik,” kata Rudy.

Keunggulan kopi asal Indonesia adalah keunikan dan kompleksitas cita rasanya. Rudy memberi contoh kopi toraja. Sebagai penghasil cengkeh, pohon kopi di Toraja ditanam bersama pohon cengkeh. Dengan begitu, kopi menyerap aroma cengkeh. Inilah aroma eksotis alami yang sulit ditemui dari biji kopi asal negeri lain. Begitu pula dengan kopi gayo yang menyisipkan rasa unik.

Demi kepentingan memperoleh kualitas kopi yang unik itulah Rudy dan Kopi Kamu-nya ikut langsung dalam proses produksi kopi terbaik, mulai dari penyiapan lahan, perawatan pohon, proses panen, hingga distribusi.

Meskipun membutuhkan energi lebih, mau tidak mau cara seperti inilah yang harus dilakukan pelaku kedai lokal di ranah specialty coffee. Sebab, perilaku penanganan kopi dan pengolahannya sejak di sektor hulu belum menjadi sikap yang mapan dan meluas di dunia perkopian Indonesia. Seperti kata Agam dari Anomali, kedai kopi lokal butuh militansi!

(Frans Sartono/Putu Fajar Arcana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com