Oleh Indira Permanasari dan Ahmad Arif
Pengantar Redaksi: Setelah melaporkan Gunung Tambora (September), supervulkano Toba (Oktober), dan Gunung Krakatau (September), Tim Ekspedisi Cincin Api kini menuliskan hasil penjelajahan mereka soal Gunung Agung (Bali)-Rinjani (Lombok), mulai Rabu (14/12) hingga Sabtu.
Malam belum sempurna menjelma pagi. Cahaya temaram melembutkan kerasnya jalur pendakian berupa lelehan lava beku terjal. Puncak tinggi tak jauh di depan, memberikan harapan pendakian hampir berujung.
Awan putih yang bergulung-gulung telah terlampaui. Puncak Gunung Batur (1.717 meter di atas permukaan laut/mdpl) dengan kaldera raksasanya samar menyembul dari balik awan. Kaki kian bersemangat melangkah sekalipun lelah dan kantuk menyiksa.
Namun, sesampai di puncak itu, kekecewaan meruap. Yang dikira puncak Gunung Agung itu ternyata tak lebih gundukan bukit. Puncak Agung (3.142 mdpl) sesungguhnya belum terlihat.
Menuruni lembah, perjalanan kembali mendaki, lalu turun dan mendaki lagi. Sebuah puncak lain kembali tertangkap mata. Namun, lagi-lagi hanya ”puncak bayangan”.
Menghela napas sejenak, perjalanan sampai ke atas ”dinding raksasa”. Jalan setapak itu berpasir, hanya cukup dilalui satu orang, dan diapit jurang dalam.
Lebih dari ketahanan fisik, mental benar-benar diuji dalam pendakian ke Puncak Agung.
Gerbang Agung
Perjalanan ke puncak tertinggi di Pulau Dewata itu dimulai pagi hari sebelumnya, 6 Oktober lalu.