Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjaga Tarian Dayak Deyah dari Kepunahan

Kompas.com - 03/01/2012, 02:34 WIB

Sejak berdiri hingga kini, empat kali Roesina mengirim proposal kepada pemerintah daerah dan perusahaan tambang batubara di daerah setempat. Sebagian uang itu dibelikan peralatan dan sebagian lainnya disimpan untuk keperluan sanggar di kemudian hari.

Cara ini ditempuh karena dia tak menarik iuran dari anak didiknya. Ia juga tak menyisihkan uang hasil pentas karena honor itu dibagi habis untuk anggota. Tak ada hasil pentas yang masuk kas operasional sanggar. Dalam setahun anggota sanggar bisa tampil hingga lima kali.

Bagi Roesina, menampilkan tarian tradisi kepada publik relatif tak ada kesulitan, termasuk saat ia melakukan ritual khusus sebelum memulai pertunjukan.

”Tahun 2009 rombongan kami pernah mengalami kecelakaan di jalan,” cerita mantan guru sekolah dasar itu tentang musibah yang pernah mereka alami berkaitan dengan pertunjukan.

Sejauh ini, lanjut Roesina, hanya tari Nande yang sulit ditampilkan sebab tarian ini harus dilakukan pada tengah malam. Apalagi dalam pertunjukan tari Nande, nyaris tidak ada penerangan. Penari bergerak dengan mengandalkan tali yang dipegangnya.

Meski permintaan naik panggung cukup banyak, sampai sekarang Roesina tetap mengandalkan gerakan- gerakan asli tari tradisi dalam pengajaran di sanggarnya.

”Kami sebenarnya terbuka untuk melakukan inovasi asal tidak meninggalkan gerakan-gerakan asli tarian warisan nenek moyang. Tetapi kendalanya justru dari pelatih yang punya kemampuan dan mau melakukan inovasi tersebut,” katanya.

Roesina keberatan bila untuk keperluan inovasi gerakan tari itu, dia harus mengambil pelatih dari luar sanggar. Masalahnya, dia tidak punya cukup dana untuk membayar honor bagi pelatih tari tersebut.

Lewat pengabdiannya pada kesenian tradisi Dayak Deyah pula, Roesina dikenal masyarakat. Kesungguhannya melestarikan tarian tradisi itu juga membuat dia mendapatkan penghargaan dari pemerintah kabupaten sebagai pelestari budaya.

Penghargaan pertama diterima Roesina tahun 1990 seusai dia berpentas di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Penghargaan berikutnya diterima pada tahun 2006.

”Satu hal yang membuat saya senang, kelima anak saya semuanya bisa menarikan tarian tradisi Dayak Deyah,” ujar Roesina bangga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com