Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ingin Awet Muda? Datanglah ke Taman Narmada

Kompas.com - 27/11/2012, 19:16 WIB

KOMPAS.com — Tahun 1980-an, nama Pulau Lombok di Provinsi Nusa Tenggara Barat, dari sisi pariwisata belum setenar tetangganya, Bali. Sebagian besar wisatawan, khususnya wisatawan asing, datang ke Lombok setelah mengunjungi Pulau Bali. Di Pulau Lombok, terutama Kabupaten Lombok Barat, obyek wisata didominasi oleh peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali yang memperluas wilayah kekuasaannya dengan membuat taman yang indah, seperti Taman Mayura dan Taman Narmada.

Tak aneh, bila pengaruh Hindu banyak mewarnai peninggalan obyek wisata di Lombok. Wajar saja, jika promosi pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tahun 1980-an menyebutkan, "Di Lombok, Anda dapat melihat Bali, tetapi di Bali Anda tidak dapat melihat Lombok." Sederhananya begini, wisatawan dapat melihat dan menyaksikan adat istiadat, obyek wisata, kesenian Bali sekaligus adat istiadat suku Sasak di Lombok. Akan tetapi, di Bali, para wisatawan itu tidak dapat menyaksikan kesenian dan adat istiadat suku Sasak.

Itu dulu. Sekarang Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa (dua pulau utama di Provinsi NTB) bagaikan magnet di industri pariwisata nasional dan mancanegara. Apalagi sejak dibukanya Bandara Internasional Lombok (BIL) di Kabupaten Lombok Tengah—menggantikan Bandara Selaparang— kunjungan wisatawan dalam dan luar negeri ke Lombok terus meningkat.

Banyak pilihan wisata di Lombok, seperti pantai, gunung, kerajinan tangan, rumah tradisional, dan tempat bersejarah peninggalan raja-raja zaman dahulu saat berkuasa di Pulau Lombok. Salah satu taman yang wajib didatangi wisatawan saat berwisata ke Pulau Lombok adalah Taman Narmada.

Jumat (9/11/2012) siang, setelah menikmati ayam taliwang dan pelecing, makanan khas Lombok, rombongan Fam Trip Santika melanjutkan perjalanan menuju obyek wisata Taman Narmada. "Yuk berangkat. Kita sekarang menuju Taman Narmada," kata Corporate Marketing Communications Manager Santika Hotels Vivi Herlambang dengan penuh semangat.

Selanjutnya bus pun melaju menuju arah timur Kota Mataram. Selama perjalanan menuju Taman Narmada, pemandangan di jalan raya dipenuhi oleh "cidomo", sarana transportasi khas Lombok, yakni sejenis delman menggunakan ban mobil tetapi ditarik seekor kuda.

Tak perlu berlama-lama di jalan. Hanya memerlukan waktu 30 menit, rombongan sudah tiba di Taman Narmada. Taman Narmada yang memiliki luas sekitar 2 hektar ini lokasinya di Desa Lembuak, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, atau sekitar 10 kilometer sebelah timur Kota Mataram, ibu kota Provinsi NTB.

Menurut catatan sejarah, Taman Narmada dibangun tahun 1727 oleh Raja Mataram Lombok, yakni Anak Agung Ngurah Karangasem. Pemilihan nama Narmada juga tidak lepas dari agama Hindu yang dianut oleh raja dan rakyat pada masa itu. Narmada diambil dari kata Narmadanadi, nama sebuah anak Sungai Gangga di India yang dianggap suci oleh umat Hindu.

Dulunya taman ini digunakan sebagai tempat upacara Pakelem yang diadakan pada bulan Oktober-November. Selain tempat upacara, Taman Narmada juga digunakan sebagai tempat peristirahatan keluarga raja pada saat musim kemarau.

Uniknya, desain Taman Narmada ini merupakan replika dari Gunung Rinjani, gunung tertinggi di Pulau Lombok, di mana puncak Gunung Rinjani di Taman Narmada direfleksikan dengan keberadaan Pura Kelasa di puncak, kemudian kolamnya ibarat Danau Segara Anak.

Di dalam kompleks Taman Narmada terdapat beberapa bangunan yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Berkat penataan taman dengan aneka macam tanaman yang hijau membuat suasana di Taman Narmada terasa sejuk. Ditambah lagi deretan bangunan kuno yang mempunyai nilai sejarah yang tinggi.

Yang menarik lagi di Taman Narmada ini adalah sebuah bangunan yang disebut Balai Petirtaan yang sumber airnya berasal dari Gunung Rinjani dan merupakan pertemuan antara tiga sumber mata air, yaitu Lingsar, Suranadi, dan Narmada.

Karena mata airnya berasal dari Gunung Rinjani dan tempat pertemuan tiga sumber mata air, maka air yang ada di Balai Petirtaan dipercaya dapat menjadikan orang yang meminum dan membasuh mukanya dengan air di situ akan awet muda.

Siang itu, dengan dipandu oleh pemangku di Pura Narmada, rombongan fam trip Santika satu demi satu memasuki Balai Petirtaan berukuran 4 x 5 meter. Pemangku pun memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar mereka yang membasuh mukanya di mata air ini diberi wajah yang cerah, sehat, berwibawa, dan berbahagia dalam berumah tangga.

Seusai pemangku berdoa, pengunjung dipersilakan membasuh mukanya di air yang sangat jernih dan mengalir cukup deras itu. Mereka diminta membasuh muka sebanyak tiga kali yang dimulai dari dagu hingga kening. Sembari membasuh muka disarankan juga berdoa semoga diberi keselamatan dan kesehatan.

Selanjutnya pengunjung diberi gelas. Sebelum digunakan, gelas dicuci bersih dengan air tersebut. Lantas gelas diisi air penuh dan dicakupkan di tangan, diangkat di atas kening dan berdoa semoga diberi kesehatan, awet muda, dan berumur panjang. "Silakan berdoa memohon kepada Tuhan sesuai dengan kepercayaan yang dianut," kata pemangku tadi.

Satu per satu, secara teratur, mereka berdoa secara khusyuk, mohon keselamatan, bahagia bersama keluarga, mohon diberi kecerahan wajah, awet muda, menjadikan lebih berwibawa dan sebagainya.

Setelah berdoa, mereka meninggalkan Balai Petirtaan dengan senyum sumringah di bibir, wajah pun basah dan terlihat segar setelah dibasuh dengan air awet muda Taman Narmada....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Travel Update
19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

Travel Update
Harga Tiket Camping di Silancur Highland, Alternatif Penginapan Murah

Harga Tiket Camping di Silancur Highland, Alternatif Penginapan Murah

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com