Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjelajahi Kaldera Batur, Taman Bumi Dunia

Kompas.com - 18/12/2012, 17:27 WIB
Fikria Hidayat

Penulis

Medan lava Gunung Batur dimulai dari kaldera pertama yang terbentuk 29.300 tahun silam hingga kaldera kedua yang terbentuk 29.000 tahun lalu. Lalu kerucut gunung api aktif yang mulai terbentuk 5.000 tahun lalu dan terus tumbuh hingga sekarang lantas menjadi obyek wisata alam dan pendakian.

Bapak Geologi, Van Bemmelen (1949), menyebut kaldera Batur sebagai salah satu kaldera terbesar dan terindah di dunia. Memiliki danau berbentuk bulan sabit dengan luas mencapai 16,6 kilometer persegi, merupakan danau kaldera terluas kedua di Indonesia setelah Danau Toba di Sumatera Utara.

Lokasi Gunung Batur mudah diakses, namun banyak orang belum memetik langsung pengetahuan penting dari sejarah gunung tersebut. Kawasan sekitar gunung tidak sekadar keunikan sosial budayanya yang telah lama dikenal dunia, namun juga keunikan lanskap alam dan geologi. Selain itu di kecamatan ini juga terdapat Museum Gunung Api Batur.

"Kaldera Batur sangat lengkap dan cocok menjadi laboratorium alam, wisatawan hanya menikmati keindahan gunung dan budaya. Cuma itu saja, banyak orang belum tahu bahwa kita bisa belajar langsung tentang sejarah bumi di sini (Batur)," ujar Indyo Pratomo.

Karena kelengkapan alam itulah, organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB atau United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) baru saja menetapkan kawasan Kaldera Gunung Batur, sebagai bagian dari Global Geopark Network atau jaringan taman bumi global. Penetapan tersebut dilakukan saat Konferensi Geopark Eropa ke-11 di Geopark Auroca, Portugal pada 20 September 2012.

Penetapan itu tentu sebuah penghargaan yang sangat membanggakan karena diraih melalui perjuangan panjang selama empat tahun. Penetapan yang telah lama ditunggu-tunggu, sebab Indonesia yang berada di jalur geologi unik dan memiliki gunung berapi terbanyak, akhirnya baru mendapatkannya.


Memasak telur di lahan yang menyemburkan uap panas (fumarol) di sekitar kawah II Gunung Batur, Kecamatan Kintamani, Bangli, Bali, Jumat (7/10/2011). Kawasan gunung menjadi laboratorium geologi yang mahakaya. KOMPAS IMAGES/FIKRIA HIDAYAT

Bali Mula

Setelah memicu adrenalin mendaki gunung api aktif, menuruni kawah, menjejak batuan lava, serta menyusuri terowongan lava, petualangan dilanjutkan mengeksplorasi budaya  "awal" Bali. Desa-desa di sekitar kaldera Batur kebanyakan dihuni oleh kaum Bali Mula atau Bali Asli yang masih melanjutkan kepercayaan megalitik.

Menyeberangi danau menuju tenggara kaldera terdapat Desa Trunyan. Masyarakatnya telah menghuni Pulau Bali jauh sebelum orang-orang Jawa bermigrasi ke Bali. Kepercayaan megalitik terasa kian kental ketika mengunjungi Pura Pancering Jagat. Di dalam meru, bangunan utama di pura, disimpan arca batu yang disakralkan oleh warga desa.

Arkeolog dari Balai Arkeologi Bali, I Made Griya, mengatakan, Prasasti Trunyan tahun saka 891 sudah menyebutkan keberadaan penghuni Bali Mula ini. "Banyak peninggalan megalitik yang ditemukan di sekitar Batur, pura pura masih memeliharanya dengan baik," ujarnya.

Ciri khas paling menonjol untuk membedakan Bali Mula dengan orang Bali pendatang adalah dari upacara kematiannya. Orang meninggal diletakkan begitu saja di area kuburan di bawah pohon kemenyan, tidak dibakar seperti kepercayaan Bali Jawa (Bali Arya) yang merupakan keturunan dari pendatang Jawa di masa Majapahit.

Ruang kepurbakalaan dan antropologi budaya melengkapi kekhasan geologi kaldera Batur. Menjelajahi ruang-ruangnya, semakin meyakinkan bahwa Indonesia memiliki taman bumi yang mahakaya yang pantas diwariskan untuk dunia. *

Rumah tua dengan arsitektur asli Bali yang masih tersisa di pinggir Danau Batur di Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani, Bangli, Bali, Jumat (7/10/2011). Pola pembangunan rumah masih menganut kepercayaan Bali asli (Bali Mula). Rumah bagian depan berorientasi ke gunung yang tinggi. KOMPAS IMAGES/FIKRIA HIDAYAT

Alasan memilih Batur:
1. Baru saja ditetapkan UNESCO sebagai Geopark.
2. Laboratorium alam dan budaya terlengkap dan terindah.
3. Mudah diakses dan murah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com