”Bahkan, maaf, untuk buang air sekalipun harus keluar rumah karena tidak ada air,” tuturnya.
Setelah dicari tahu lebih jauh, ternyata, warga yang tinggal di wilayah perbukitan hanya menanam pohon yang menguntungkan secara ekonomi, seperti albasia yang dalam jangka waktu 3-5 tahun dapat dijual. Mereka enggan menanam pohon yang mampu menahan air lebih banyak.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Cilacap, Wasi Ariyadi mengakui, sejumlah wilayah di Cilacap bagian barat, termasuk Dayeuhluhur, termasuk wilayah rawan longsor dan rawan kekeringan atau krisis air bersih. Selain itu, sebagai salah satu wilayah hulu sungai, pelestarian alam Dayeuhluhur penting artinya bagi ekosistem di daerah hilir.
DOF pun berinisiatif membuat Bank Pohon Dayeuhluhur (BPD) pada 2011. Mereka mengumpulkan bibit pohon dari berbagai elemen masyarakat, perusahaan, dan pemerintahan yang peduli lingkungan lalu disalurkan ke desa-desa. BPD juga berupaya membibitkan pohon secara mandiri.
Hingga kini, DOF telah berhasil menanam lebih dari 20.000 pohon sumbangan dari Perhutani, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Cilacap, hingga Pertamina. Bibit pohon itu terdiri dari petai, mangga, ketapang, sukun, picung (kluwak), salam, mahoni, dan trembesi.
Mereka biasa memanfaatkan momen Hari Menanam Pohon Nasional setiap November untuk menggelar penanaman pohon. Terakhir, Ngarumat Lembur jilid keempat digelar Desember 2012. Penanaman pohon sejak 2010 itu telah dilakukan di tujuh desa, yakni Desa Datar, Hanum, Panulisan Barat, Panulisan Timur, Bingkeng, Ciwalen, dan Cijeruk, dengan sasaran lahan-lahan kritis di daerah aliran Sungai Cikawalon, Singaraja, Cidayeuh, Cibeet, dan Cijolang yang melintasi Dayeuhluhur.
Supaya warga mau merawat pohon yang telah ditanam, sejak 2012, DOF ”menitipkan” langsung bibit itu untuk ditanam warga. ”Harapannya, warga merasa memiliki sehingga mau merawatnya,” tutur Andi Jaloe (32), pegiat DOF.
Sadar bahwa virus cinta lingkungan harus ditularkan ke generasi muda, DOF mendekati remaja setempat. Mereka mengajak siswa SMA mengenal lingkungan lewat sekolah alam yang dinamai Kemah Sahabat Alam Dayeuhluhur (Kesada).
Pada kegiatan perkemahan itu, kata Asep Andi Rahman (26), pegiat DOF lainnya, para remaja diajak menyusuri perbukitan setempat. ”Kami ingin anak-anak Dayeuhluhur punya kecintaan terhadap lingkungan sejak dini,” ujarnya.
DOF juga beberapa kali menggelar pelatihan pertanian organik bagi petani setempat. Diharapkan, secara perlahan, pengelolaan pertanian sayuran maupun sawah dapat dilakukan secara organik hingga kesuburan tanah tetap terjaga.
Karena memiliki anggota yang tersebar di penjuru Nusantara, pertanggungjawaban setiap kegiatan dipampang secara transparan di laman akun Facebook. Ini dimaksudkan agar semua anggota mengetahui pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran saweran dari mereka.
Kini, jumlah anggota akun DOF tercatat sekitar 2.033 orang. Mereka coba memperluas jangkauan dengan mengubah nama DOF menjadi Dayeuhluhur on Forum.
Seperti disampaikan Endom Kustomo, salah satu sesepuh DOF, apa yang mereka lakukan hanya menjadi semacam pelecut semangat cinta lingkungan bagi warga lain. Inspirasi ”hijau” yang diharapkan membangunkan kembali rasa bangga dan cinta masyarakat Dayeuhluhur terhadap kampung halamannya. (GREGORIUS M FINESSO)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.