Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Si Buruk Rupa" yang Menggoda

Kompas.com - 27/07/2013, 09:18 WIB

”Hawu” dan kayu

Seiring kian membeludaknya konsumen, dapur Warung Jeruk tidak lagi punya cukup waktu untuk memasak pepes dengan abu perapian. Semua pepes di sana dikukus dengan tungku hawu berbahan kayu yang suhu apinya lebih rendah ketimbang kompor minyak tanah, apalagi kompor gas.

Suhu api yang rendah memungkinkan proses memasak yang lebih lambat dan lama sehingga aneka bumbu pepes lebih meresap dalam bahan yang dipepes. ”Sensasi memakannya berbeda karena pepes yang dikukus lembab. Namun, karena dikukus dengan hawu, rasanya tak kalah lezat,” jamin Kusmiati.

Hawu atau tungku perapian berbahan bakar kayu selalu menjadi kunci untuk mengukus pepes terbaik. Itu pula rahasia kelezatan warung kecil milik Dedeh (37), yang terselip di antara perbukitan yang kini penuh rumah mewah, di tepian hamparan lapangan golf di Dago Pakar, Kota Bandung.

Dari dapurnya yang selalu menebar bau khas kayu bakar, tersaji pepes jamur, ikan teri, tahu, peda, ayam, dan pepes usus. Menu paling spesial di warung Dedeh adalah pepes impun alias pepes anakan ikan mas, yang juga lezat oleh ketekunan mengukus berjam-jam dengan tungku hawu.

”Warung saya sebenarnya warung para buruh bangunan, langganan awal saya adalah buruh yang membangun perumahan mewah di Dago Pakar. Sekarang saja konsumennya orang bermobil dan orang berduit. Semua mencari pepes, lalap, dan nasi goreng cikur,” kata Dedeh.

Sulit

Rochendi, Executive Chef Van Hengel Catering, menyebutkan, pepes memang identik dengan kuliner Sunda, tersaji di setiap warung, rumah makan, hingga restoran Sunda kelas wahid. Cara memasaknya khas, sederhana, tetapi justru cara membuatnya yang sulit dihadirkan di hotel berbintang.

Untuk memasak pepes, dibutuhkan dapur yang besar dan tungku terbaiknya selalu hawu. Lama memasaknya berjam-jam karena kelezatannya ditentukan seberapa bumbunya meresap ke bahan pepes.

Ketekunan kerja yang tak mungkin dijalankan di hotel berbintang yang dituntut menyajikan makanan segar dan cepat. Apalagi, hotel harus membagi wilayah dapur untuk beragam langgam kuliner internasional dan sulit membayangkan ada hotel menyediakan dapur masakan tradisional dengan hawu dan kayu bakar,” kata Rochendi.

Bagi Rochendi, pepes atau pais terbaik hanya bakal ditemukan di warung atau rumah makan yang menjadikan pepes sebagai sajian utamanya. ”Pepes warung pinggir jalan pun kerap kali menyajikan rasa pepes yang lebih lezat. Kelezatan pepes bukan hanya soal cita rasa pemasaknya, melainkan benar-benar ditentukan cara memasaknya,” kata Rochendi.

Di warung Dedeh, siang itu Umayah ”sang koki warung” menyisihkan sebuntal pepes ayam dan sebuntal pepes impun yang telah dikukus matang ke abu perapian hawu. ”Ini rasa terbaik,” katanya tersenyum. Hhhmmm.... (Aryo Wisanggeni/Yulia Sapthiani)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com