”Pemerintah tak serius menganggap keluhan kami. Entah berapa kali kami meminta agar dibangunkan jalan. Tetapi, janji-janji itu begitu lamban terwujud,” kata Sekretaris Desa Raket, Bulohseuma, Zaenal.
Pusat penyulingan milik H Burhan di Tapak Tuan, yang kosong melompong, menjadi contoh lonceng kematian investasi. Tabung uap suling pala di dalam gedung besar seluas 1 hektar itu, kini sudah diangkut ke Medan. Tanpa mekanisme pembuangan limbah yang baik, pabrik yang sempat diprotes warga karena pembuangannya, akhirnya terpaksa pindah ke Medan tahun 1997.
Tingginya ongkos pengiriman minyak pala ke Medan melalui jalan darat juga menjadi kendala besar. Butuh biaya besar membawa minyak pala untuk selanjutnya dikirim ke Eropa oleh distributor Medan.
”Harga minyak pala dari Tapak Tuan ke Medan antara Rp 800.000-Rp 1 juta per kilogram. Tidak tahu juga berapa harga dari Medan ke konsumen asing,” ujar Deddy Syahputra, warga Aceh Selatan.
Tinggal di dekat jalan paling bagus di Indonesia, yang dilalui tim jelajah sepeda, ternyata bukan jaminan sejahtera. Sudirman, pemilik warung makan di Jalan Calang-Meulaboh, hanya mendapatkan Rp 50.000-Rp 100.000 per hari.
Berada di sekitar Pantai Suak Debangbrueh, Kecamatan Sama Tiga, Aceh Barat, juga tak terlalu menolong. Sebab, pantai berpasir putih yang dihiasi cemara laut dan menghadap Samudra Hindia, jarang dikunjungi wisatawan. Trauma pascatsunami membuat warga hijrah ke daerah lain. Bahkan, rumah Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh Nias, kini tak terurus. Hanya berjarak 50 kilometer atau satu jam naik motor dari Banda Aceh, Maryati (45), warga Kecamatan Lhoong, Aceh Besar, yang berjualan di pinggir jalan besar itu juga mereguk banyak keuntungan. Jalan mulus bantuan AS membuat pengguna jalan memacu kendaraannya kencang-kencang sehingga jualan buahnya hanya laku sekitar Rp 30.000-Rp 50.000 per hari.
Sebenarnya, Maryati bisa meraup keuntungan lebih besar jika mau berjualan hingga malam. Dibandingkan masa lalu, yang jalan sering rusak, maka banyak pengguna jalan yang beristirahat di warung buah miliknya.
Saat melintasi etape ketujuh, Budhi Dharma (60), peserta jelajah sepeda lainnya, juga terngiang saat masa kecilnya di Padang pada sekitar 40 tahun lalu. Orangtuanya dulu kerap bercerita tentang banyak saudagar Aceh yang kaya raya. Mereka pintar berdagang dan punya banyak kebun rempah-rempah.
”Saya sedih. Ke mana kejayaan Aceh dengan kejayaan para saudagarnya sekarang? Rumah warga sangat sederhana. Padahal di depannya banyak berjejer pantai indah dan kaya ikan. Sayang, mereka tak bisa memanfaatkannya,” kata pengusaha otomotif dan karoseri ini.
Pemimpin Redaksi Idea dan Ide Bisnis Wahyu Hardana menambahkan, keunggulan sumber daya alam dan infrastrukur jalan di Aceh harusnya bisa mendorong Aceh menjadi provinsi termaju. Mungkinkah? (Cornelius Helmy/Mohamad Burhanudin)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.