Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengejar "Goraiko" di Puncak Fuji

Kompas.com - 30/09/2013, 11:10 WIB

Pada Juni 2013, Gunung Fuji ditetapkan sebagai salah satu dari delapan warisan dunia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pendakian ke Fuji tahun ini pun tambah ramai. Tak hanya remaja, tetapi orangtua hingga anak-anak pun banyak ditemui di jalur pendakian Fuji.

Berbeda dengan gunung-gunung Indonesia yang jalurnya kebanyakan dibiarkan alami dan kerap menyesatkan, jalur pendakian Fuji dikemas nyaman untuk wisatawan. Beberapa ruas telah dibuat tangga batu dan jalinan tali memagari jurang.

Pendaki yang kelelahan bisa menginap dan makan di penginapan yang banyak ditemui hampir di setiap pemberhentian. Toilet pun tersedia hingga di puncak dengan tarif 200 yen atau Rp 20.000 per orang. Tak hanya itu, di tiap pos, pendaki bisa mendapatkan oleh-oleh khas Fuji, yaitu stempel yang diterakan pada tongkat kayu untuk menandai kita telah sampai ke sana. Tongkat ini bisa dibeli di Pos V seharga 1.200 yen dan untuk sekali stempel 200 yen.

Angin dingin

Jalur pendakian ke Gunung Fuji memang seperti pasar malam saja. Pendaki mengular, beriringan di sepanjang jalur pendakian yang mulai terjal sedari Pos VII. Beberapa kali kami harus sabar mengantre.

Pukul 04.30 pagi. Puncak Fuji kian dekat, tetapi jalanan semakin menanjak dan padat. Angin dingin bertiup kian kencang, menerbangkan debu, bahkan kerikil yang terasa perih saat menyambar wajah.

KOMPAS/AHMAD ARIF Puncak Gunung Fuji (3.776 m), Kamis (29/8/2013) pagi, dipenuhi pendaki.
Beberapa pendaki yang kelelahan memilih beristirahat di lahan datar sekitar gerbang torii—gerbang kayu, biasanya dicat merah yang menghubungkan ke tempat sakral—tak jauh dari puncak. Mereka meringkuk di balik jaket tebal dan saling berimpitan, sambil menunggu matahari terbit.

Pukul 05.00, kabut tebal tiba-tiba datang. Suhu 4 derajat celsius dan angin deras menyerbu. Namun, para pendaki yang telah menanti-nanti di puncak tak beranjak. ”Matahari terbit itu momen luar biasa bagi orang Jepang. Ingat negeri kami sering disebut ’Negeri Matahari Terbit’,” kata Masahide Sasaki, pendaki solo dari Tokyo. ”Menunggu terbitnya matahari di puncak Fuji lebih istimewa lagi.”

Saking istimewanya matahari terbit dari Fuji, orang Jepang memiliki istilah sendiri untuk menyebutnya, yaitu goraiko.

Akhirnya warna lembayung melukisi langit di ufuk timur. Dan sekitar pukul 05.20, matahari yang dinanti-nanti itu pun nongol. Sinar surya memunculkan deretan danau di kaki Fuji yang semula raib. Permukaan danau memantulkan warna perak. Hanya beberapa detik, matahari kembali menghilang. Kemudian muncul lagi beberapa detik dan kembali hilang. Begitu matahari terlihat nongol, orang-orang pun bersorak gembira.

”Goraiko....goraiko,” seru Sasaki. Dia lalu menawarkan diri untuk memotret saya dengan latar belakang goraiko. Sebagai imbalannya, dia pun minta saya memotretnya dengan latar belakang yang sama. ”Maaf, saya tidak bawa kamera. Bolehkah Anda foto saya lalu dikirim ke Facebook atau ke e-mail saya?” katanya sambil berkali-kali berucap arigatou dan membungkukkan badan.

KOMPAS/AHMAD ARIF Ema (tulisan berisi harapan dan doa) digantungkan di dalam kuil di puncak Gunung Fuji.
Ah, satu jepretan foto pun bisa menjalin persahabatan baru. Fuji memang penuh inspirasi, tetapi semuanya akhirnya tergantung bagaimana cara kita memaknainya. Angin Fuji yang menderu dan memedihkan kulit pun bisa jadi buah tangan berharga, seperti ditulis penyair haiko dari zaman Edo, Matsu Basho (1644-1694); The wind from Mt Fuji//I put it on the fan//Here, the souvenir from Edo... (Ahmad Arif)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com