Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Mokel Urai Peradaban

Kompas.com - 11/12/2013, 15:18 WIB
JEJAKNYA nyaris lenyap. Yang tersisa hanya tiga pusara sederhana dalam kepungan petak-petak sawah. Padahal, lokasi itu adalah bekas kampung induk Mokel, salah satu suku besar di Kabupaten Manggarai Timur, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Lokasi tiga pusara itu persisnya di Nangge, Desa Rana Mbeling, Kecamatan Kota Komba. Ketiga pusara itu masing-masing berupa onggokan batu. Satu di antaranya dilengkapi potongan batu seperti tiang. Posisinya tak lagi tegak berdiri sebagaimana lazimnya untuk sebuah menhir.

Masih di lokasi yang sama. Jejak peninggalan lain berupa onggokan batu berbentuk masbah. Usianya masih relatif muda. Keberadaannya adalah berkat kepedulian salah seorang tetua Mokel bernama Titus Anggal ketika sang tokoh menduduki jabatan sebagai Dalu Manus tahun 1958. Hingga akhir tahun 1960-an, Manus adalah satu dari 12 kedaluan—pemerintahan setingkat kecamatan bentukan kolonial Belanda—di wilayah Manggarai Timur.

Mengutip kisah sejumlah tetua, seperti Raymundus Mujur (62), Nikolaus Endong (79), Nikolaus Tarung (61), dan Adrianus Salomon (57), yang didukung catatan Pastor John Hairun SVD, kampung induk suku Mokel di Nangge sudah ada sejak abad ke-17. Nenek moyang mereka bernama Meka La disebut-sebut sebagai leluhur awal yang membangun kampung tua itu, lengkap dengan rumah adatnya yang disebut mbaru niang.

Namun, dalam perjalanannya perkampungan itu secara perlahan ditinggalkan hingga akhirnya punah. Belakangan, lokasinya berubah jadi areal sawah. Turunannya yang disebut wa’u menyebar ke mana-mana setelah berkonsentrasi setidaknya di empat titik di sekitarnya, yakni di Mukun, Manus, Ngusu, dan Deru. Empat titik penyebaran awal suku Mokel itu kemudian dikenal dengan sebutan wa’u pat atau empat anak suku.

Gayung bersambut

Sejumlah tetua suku Mokel sebenarnya sejak lama berniat membangun kembali rumah adat induk suku mereka di Nangge. Namun, niat dan harapan itu terus saja menggantung. Selalu saja ada sejumlah kendala yang mengganjal. Kendala paling utama adalah kesulitan menyatukan niat dimaksud akibat jejak sejarah Mokel yang makin mengabur hingga memunculkan penafsiran secara simpang siur. Maklum bentangan kisahnya hanya berdasarkan penuturan lisan secara turun-temurun atau tanpa dokumen tertulis.

Juga sebagian kalangan subetnis dari wa’u pat terkesan tak lagi memiliki kebanggaan atau pengakuan penuh atas Mokel sebagai suku induknya. Bagi mereka, titik penyebaran setelah meninggalkan kampung tua Mokel di Nangge adalah induk suku baru. Kendala lain adalah kesulitan menghimpun dana yang dibutuhkan untuk membangun kembali mbaru niang sebagai rumah adat induk suku Mokel.

Niat yang sejak lama menggantung akhirnya menemukan jalan keluar setelah gayung bersambut dengan agenda Pemkab Manggarai Timur. Seperti diakui Bupati Manggarai Timur Yosef Tote, salah satu agenda pembangunannya ke depan adalah penguatan jati diri masyarakat daerah, antara lain melalui revitalisasi jejak budaya.

”Upaya itu antara lain melalui pembangunan kembali sejumlah rumah adat atau mbaru niang suku besar di Manggarai Timur, termasuk suku Mokel. Selain bertujuan mendukung pariwisata, mbaru niang nantinya menjadi situs budaya yang secara khusus mengurai kembali jejak budaya leluhur masing-masing sukunya,” kata Yosef Tote.

Seiring agenda Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur, sejumlah tetua Mokel dari perwakilan wa’u pat sejak lebih setahun lalu secara intens berembuk, termasuk melakukan penerawangan secara adat terkait lokasi serta bentuk mbaru niang yang mendekati aslinya.

”Setelah melalui diskusi panjang, akhirnya sampai pada kesepakatan lokasinya harus di bekas kampung lama. Juga bangunannya berupa rumah kolong dan membulat dengan kerangka atap mengerucut di titik puncaknya,” tutur Adrianus Salomon, tetua dari wa’u Mukun.

Kesepakatan terkait lokasi, yang sejak lama pula, menjadi areal sawah tentu saja disertai pengorbanan tidak ringan. Para pemilik sawah harus merelakan lahannya untuk jalan dan juga lokasi mbaru niang beserta pelatarannya. ”Bekas kampung tua di Nangge itu sejak lama terisolasi setelah jalan masuknya dari arah Mukun dan Manus (dua kampung terdekat) sudah berubah jadi sawah. Jika sekarang harus dibuka kembali, memang seharusnya demikian,” sambung seorang tetua lainnya.

Bukan ”sese loka”

Rumah adat induk atau mbaru niang Mokel dengan dukungan dana APBD Manggarai Timur akhirnya mencapai wujudnya, medio Februari lalu. Pengukuhannya melalui ritual adat puncak ditandai penyembelihan seekor kerbau dan babi sebagai hewan kurbannya. Ritual itu dilakukan di lokasi pada 26-28 Februari 2013.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenuh Butterfly Park Bali Punya Wahana Seru

Kemenuh Butterfly Park Bali Punya Wahana Seru

Jalan Jalan
Kemenuh Butterfly Park Bali: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Kemenuh Butterfly Park Bali: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Jalan Jalan
Kapal Wisata Terbakar di Labuan Bajo, Wisatawan Diimbau Hati-hati Pilih Kapal

Kapal Wisata Terbakar di Labuan Bajo, Wisatawan Diimbau Hati-hati Pilih Kapal

Travel Update
5 Tips Traveling Saat Heatwave, Apa Saja yang Harus Disiapkan

5 Tips Traveling Saat Heatwave, Apa Saja yang Harus Disiapkan

Travel Tips
Penerbangan Bertambah, Sandiaga: Tiket Pesawat Mahal Sudah Mulai Tertangani

Penerbangan Bertambah, Sandiaga: Tiket Pesawat Mahal Sudah Mulai Tertangani

Travel Update
Pencabutan Status Bandara Internasional Tidak Pengaruhi Kunjungan Turis Asing

Pencabutan Status Bandara Internasional Tidak Pengaruhi Kunjungan Turis Asing

Travel Update
Bagaimana Cara agar Tetap Dingin Selama Heatwave

Bagaimana Cara agar Tetap Dingin Selama Heatwave

Travel Tips
Gedung Pakuan di Bandung: Lokasi, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Gedung Pakuan di Bandung: Lokasi, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri yang Berlatar Perbukitan

Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri yang Berlatar Perbukitan

Jalan Jalan
7 Tips Berkemah di Pantai agar Tidak Kepanasan, Jangan Pakai Tenda di Gunung

7 Tips Berkemah di Pantai agar Tidak Kepanasan, Jangan Pakai Tenda di Gunung

Travel Tips
Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

Travel Tips
Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

Travel Update
Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

Travel Update
Siaga Suhu Panas, Petugas Patroli di Pantai Bangka Belitung

Siaga Suhu Panas, Petugas Patroli di Pantai Bangka Belitung

Travel Update
Cara ke Museum Batik Indonesia Naik Transjakarta dan LRT

Cara ke Museum Batik Indonesia Naik Transjakarta dan LRT

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com