Banyak spekulasi tentang keberadaan pasir putih di tengah hutan Cagar Alam Padang Luaway, Desa Sekolaq Darat, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Dalam bahasa Dayak Tunjung, Padang Luway lebih populer disebut Kersik Luway, pasir sunyi….
Didimus, penjaga hutan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kaltim menyebut, ”Dulu katanya ini lautan, tetapi perlahan menyurut.” Teori lain mengatakan, pasir di hutan ini berasal dari letusan gunung berapi ribuan tahun silam.
Sudah pasti bukan spekulasi itu saja yang menarik kami untuk menyusup masuk ke dalam hutan. Sebelum semuanya bergerak terlalu jauh, Didimus setengah yakin mengatakan, ”Ini habitat anggrek hitam satu-satunya di dunia….”
Awal November 2013, Kersik Luway seperti menggeliat menyambut kami. Pendar cahaya senja matahari yang membuat pasir berkilauan seperti menyembunyikan misteri, seperti ada seorang putri yang seksi sedang menunggu di kedalaman sana. Dan putri yang seksi itu malu-malu memperlihatkan tubuhnya.
Didimus dengan sigap menjawab, ”Sosoknya tak pernah terlihat, tapi ada jejak-jejak di pasir yang diperkirakan bekas jalan macan dahan.” Macan dahan adalah maskot Kabupaten Kutai Barat, sebuah kabupaten pemekaran yang baru dibentuk 14 tahun lalu. Bahkan di Taman Budaya Sendawar, dua patung macan dahan berwarna coklat kehitaman menghadang para pengunjung sebelum memasuki lapangan.
Hutan ini memang sunyi. Barangkali itulah cara alam menjaga sang putri seksi, bernama anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl) agar tak terusik. Hidupnya tidak lama. ”Anggrek hitam hanya bertahan segar tiga hari, pada hari keempat sudah mulai layu,” kata Didimus.
Lantaran hidup-mekarnya yang tidak lama itulah, alam punya cara menjaganya dengan memberikan suasana yang sunyi, serta hamparan pasir yang memberi kehangatan. Tidak lama setelah menerobos semak belukar yang cukup lebat, di mana tumbuh merambat tanaman kantong semar (Nephentes sp), kami bertemu setangkai anggrek. Ia mencuat dari rerimbunan pohon brenganyi. Warnanya tidak mencolok mata, hampir seluruhnya berwarna hijau seperti juga daun-daunnya.
Sayangnya, seluruh kelopak bunganya sudah mulai layu. ”Ini pasti sudah tiga hari lalu mekarnya,” ujar ahli herbal dan Ketua Aku Cinta Masakan Indonesia (ACMI) Santhi Serad, yang turut serta dalam rombongan kami.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.