Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tenaga Topeng Dalang di Antara Pematang

Kompas.com - 12/01/2014, 17:21 WIB
DI tengah sawah, mereka menari dan berlakon dengan topeng-topeng di muka. Malam itu, topeng dalang tampil di tengah pusat kekuatannya, yakni warga desa yang berduyun-duyun menyaksikan.

Gelap menutup sempurna Desa Slopeng, Kecamatan Dasuk, Sumenep, Madura, pertengahan Desember 2013 lalu. Namun, di tengah kepekatan malam dan hamparan sawah, keriaan baru dimulai. Bayangan hitam warga satu per satu mengisi bentangan terpal di depan panggung, tak berjarak dengan pengrawit. Penjual makanan dan minuman berderet di pinggir jalan, berlindung dalam temaram lembayung cahaya lampu minyak, ikut menghangatkan malam.

Juedeeeer...!!! Petasan meledak kencang di samping panggung. Terdengar suara lantang dalang mengenalkan tarian dan cerita malam itu. Juedeer...!!! Duarrr...!!! Petasan lagi-lagi meledak heboh sebelum akhirnya layar terbuka dan lampu warna-warni melimpah ke panggung kayu kecil, sederhana, tetapi dicat seronok.

Penari-penari malam itu mengguncang panggung dengan entakan kaki dan gemericing goseng, giring-giring di sekeliling pergelangan kaki. Lalu, pemain tampil membawakan perannya. Malam itu, mereka membawakan epik Mahabarata yang berkisah seputar pertarungan kelompok Pandawa dengan Kurawa. Suara dalang berkicau menuturkan kisah dan dialog yang lalu dikuatkan melalui gerak pemain. Topeng-topeng pewayangan menyembunyikan wajah pelakon yang aslinya petani desa.

Grup Rukun Perawas Si Banjir tampil demi memeriahkan rokat desa alias ruwatan sehabis panen. Sejak pagi doa telah dihaturkan, berlanjut dengan ocung (seni petarungan), dan malamnya giliran topeng dalang. Pimpinan Rukun Perawas, Merto (50), mengatakan, selain rokat desa, grup itu kadang ditanggap untuk pernikahan, khitanan, atau rokat tasek. Itulah jejak kehadiran topeng dalang sebagai bagian dari ritual masyarakat, meskipun fungsinya kini lebih untuk hiburan warga.

Ada 35 pemusik, penari, dan pemain terlibat dalam pertunjukan topeng dalang pada malam itu. Semuanya laki-laki. ”Dari dulu, perempuan tidak boleh. Sudah tradisi,” ujar Merto. Bagaimana dengan peran perempuan? Tentu dipilih pria langsing dan tidak gempal berotot.

Evolusi topeng wayang

Seni pertunjukan menggunakan topeng sesungguhnya renta. Guru besar pendidikan seni, Tati Narawati, dan guru besar sejarah seni dan budaya, Soedarsono, menuliskan dalam buku Dramatari: di Indonesia, Kontinuitas, dan Perubahan bahwa tari mengenakan topeng merupakan pertunjukan tertua di jagat ini. Topeng menjadi benda upacara penting dalam berbagai suku bangsa di dunia. Topeng melambangkan roh-roh nenek moyang yang dipakai dalam upacara berupa tarian-tarian dan drama sakral.

Di Nusantara, tarian menggunakan topeng hadir antara lain dalam kultur Bali, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, termasuk Madura. Di Madura, topeng dalang merupakan salah satu jejak tuanya hubungan kultural antara Jawa dan Madura di masa lampau (Narawati, Soedarsono: 2011). Sejak abad ke-14, ketika Gadjah Mada melebarkan sayap kekuasaan Majapahit ke seluruh Nusantara, Madura kian bersentuhan dengan Jawa. Tradisi Majapahit memiliki dramatari bernama wayang wong. Ada pula tulisan lain yang menyebutkan, pengaruh Jawa hadir sejak masa Kerajaan Singasari.

Hubungan itu makin lekat pada zaman Mataram Islam di Jawa Tengah. Dramatari topeng tetap dilanjutkan oleh raja-raja Islam dan para wali. Topeng dalang menjadi sarana menarik massa untuk kemudian wali menanamkan ajaran. Pertunjukan itu dilestarikan raja-raja Mataram dan pengaruhnya sampai ke Madura yang pernah berada di bawah pengaruh Mataram.

Peneliti dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta dalam tulisan Topeng Dalang Madura, dari Seni Keraton ke Seni Pertunjukan Rakyat menyebutkan, sampai abad ke-19 topeng dalang Madura merupakan pertunjukan istana dan baru pada awal abad ke-20 lebih berkembang ke rakyat, utamanya di Pamekasan dan Sumenep.

Seiring waktu, seni pertunjukan yang bersifat ritual itu cenderung bergeser lebih sekuler atau bersifat hiburan di masa modern. Seni tradisi yang semakin lepas dari adat dan ritual kemudian sulit bertahan. Apalagi, penghasilan dari pertunjukan minim serta muncul hiburan massa lewat televisi dan film.

Sisa tenaga

Kelompok topeng dalang Rukun Perawas ibaratnya sisa tenaga seni tradisi untuk bertahan. Bagi pimpinan grup itu, Merto, topeng dalang adalah amanah. ”Saya menerima titipan ayah saya, ’tolong topeng jangan dimusnahkan’, begitu kata ayah,” ujarnya sebelum pertunjukan dimulai.

Enam topeng tua dengan karakter antara lain Arjuna, Gatotkaca, Bima , Dharmawangsa, dan Srikandi yang dimiliki turun- temurun oleh keluarga Merto menyertai pesan sang ayah. ”Topeng itu sudah ada sejak zaman kakek saya dan sampai sekarang masih dipakai,” ujar Merto yang memiliki sekitar 40 topeng karakter hasil pahatan sang ayah dan dirinya sendiri. Topeng-topeng dijaga dengan diasapi kemenyan pada malam tertentu.

KOMPAS/INDIRA PERMANASARI Topeng yang digunakan dalam pertunjukan rakyat topeng dalang Madura terbuat dari kayu yang dipahat dan dilukis sesuai karakter pewayangan.
Namun, menjaga agar topeng dalang tetap tampil tidak semudah membakar kemenyan. Bermain topeng dalang tidak memberi penghasilan memadai. Sekali manggung, grup itu mendapat Rp 3,5 juta yang kemudian dibagikan kepada lebih dari 30 orang yang terlibat. Undangan pun tak selalu datang. ”Kami ini bertani untuk hidup,” ujar Merto yang sejak umur 15 tahun sudah menari topeng.

Merto mengatakan, hanya ada dua grup topeng dalang tersisa di Desa Slopeng. Grup lain itu pun dikelola oleh kerabat Merto. Pembuat topeng karakter pewayangan dari kayu juga semakin langka. Di Slopeng, tersisa keponakan dari Merto, Saleh (45), yang setia membuat topeng.

”Membuat topeng ini harus telaten. Satu topeng bisa siap tiga hari. Kecuali, tokoh Batara Kala, itu paling sulit, jadi butuh lima hari,” ujar Saleh yang sehari-hari menjadi buruh tani dan sopir truk pengangkut barang. Dalam sebulan Saleh sanggup membuat 10 topeng yang dijual ke Surabaya atau pemesan.

Bagi Saleh, meneruskan tradisi topeng dalang juga sebuah pesan. ”Ini wasiat kakek. Dia bilang, kalau cucu dan anak-anaknya tidak ada yang suka seni, topeng-topeng warisan itu diharuskan ditaruh di kuburan,” ujar Saleh sambil menunjuk ke deretan topeng di hadapannya. (Indira Permanasari)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

Jalan Jalan
7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

Jalan Jalan
Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Travel Update
Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Travel Update
Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Travel Tips
Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Travel Update
Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Travel Update
Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Jalan Jalan
Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Travel Update
KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

Travel Update
Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Travel Update
Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Travel Update
Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Travel Update
Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Jalan Jalan
Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com