Salah satu kedai yang menyediakan menu khas Toraja ini adalah Pong Buri’. Kedai yang terletak di Jalan Emi Saelan Nomor 1 Rantepao, Toraja, ini menyediakan berbagai menu khas Toraja yang jarang ditemui di kedai lain, apalagi di luar Toraja.
Meski berukuran kecil dan hanya menampung maksimal 30 orang, Pong Buri’ yang buka sejak 20 tahun silam ini selalu ramai. Saat jam makan siang, orang bahkan harus mengantre untuk menikmati pa’piong. Tak hanya orang Toraja yang pulang kampung yang kerap bernostalgia di Pong Buri’, wisatawan juga tidak ketinggalan turut mengantre.
Dari penampilan luarnya, pa’piong bai serupa dengan pepes yang dibungkus daun pisang. Perbedaannya, olahan cacahan daging dan jeroan babi atau ikan atau juga ayam yang sudah dibungkus daun pisang ini kemudian dibakar di atas perapian kayu dalam wadah bambu.
Salah satu keunikan pa’piong bai memang terletak pada cara pengolahannya yang menggunakan bambu. Pa’ piong bai dimasak dalam ruas-ruas bambu dengan tungku tradisional dan arang. Bambu sengaja didatangkan dari kampung-kampung di Toraja. Satu ruas bambu berdiameter lebih kurang 10 sentimeter ini bisa menjadi wadah bagi 8-10 bungkus pa’piong.
Bambu berisi pa’piong kemudian dibakar selama 1,5 jam hingga seluruh bagian permukaan bambu gosong menghitam. Dengan sekali tusukan pisau pada bambu, seluruh lemak cair segera keluar sehingga diperoleh rasa daging yang kering, kesat, dan gurih.
Bumbu tradisional
Rasa gurih daging berpadu dengan rasa asam-asam yang tercipta dari campuran bumbu daun mayana. Penampilan daun mayana ini mirip dengan lalapan popohan yang banyak dijumpai di Jawa Barat, tetapi terasa pahit jika dimakan mentah-mentah.
Pagi hari, sebelum kedai dibuka untuk pengunjung, pa’piong dimasak di dalam bambu yang telah disediakan sebelumnya. Pemilik kedai, Pong Buri’, hingga kini masih turut meramu pa’piong di rumahnya yang terletak tak jauh dari warung. Setelah dimasak, aromanya yang menguar di udara menerbitkan selera.
Tak hanya pa’piong, warung Pong Buri’ juga menyediakan olahan babi lainnya yang dijuluki pamarasan dari potongan daging pantollo duku bai atau potongan daging babi berukuran besar yang dimasak dengan kluwek. Daging babi pamarasan disajikan seukuran sekepal tangan.
Karena menggunakan bumbu kluwek yang menghasilkan kuah pekat berwarna coklat kehitaman, sekilas menu ini mirip dengan rawon. Tak hanya daging babi, olahan ala pamarasan juga tersaji dengan bahan baku ikan mas. Ikan mas pammarasan pun tak kalah lezat dengan sensasi gurih pedas.
Bagi pengunjung yang tak mengonsumsi daging babi, Pong Buri’ juga menyediakan berbagai menu tradisional pilihan, seperti ikan mas cabe dengan lombok katokon yang ekstra ”pedih” serupa ikan mas balado. Dendeng kerbau atau ayam kampung masak paria (dengan campuran sayur pare) juga dapat dicoba.
Kafe Aras
Dalam sehari, Pong Buri’ menghabiskan bahan baku berupa satu ekor babi, 20-25 ekor ayam, dan 60 ekor ikan mas. Selain Pong Buri’, salah satu kafe yang terletak di pusat kota Rantepao, yaitu Kafe Aras, juga menyediakan menu pa’piong bai. Namun, berbeda dengan Pong Buri’ yang selalu siap sedia ketika pa’piong bai dipesan, Kafe Aras membutuhkan waktu lebih lama untuk menyediakan pa’piong.
Berbeda dengan pa’piong bai khas Pong Buri’, pa’piong bai Kafe Aras disajikan dalam potongan yang lebih rapi. Namun, penampilan luarnya relatif sama. Selain pa’piong, kafe ini pun menyediakan menu khas Toraja lainnya, seperti sayur tumis paku-pakuan dan ikan pamarasan. Bedanya, sebagai pengganti ikan mas yang banyak durinya, Kafe Aras menggunakan ikan kakap merah yang lembut di lidah. (Mawar Kusuma & Dwi As Setianingsih)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.