Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Si Molek dan Penari Ronggeng di "Batavia Kecil"

Kompas.com - 27/08/2014, 16:07 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis

HARI menunjukkan pukul 15.30 WIB saat Kompas Travel melihat jam dinding di sebuah warung mi di Desa Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Warung mi tersebut merupakan gerbang menuju sebuah desa yang jangan dianggap remeh perannya dalam proses kelahiran Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Desa Lebong Tandai merupakan sebuah desa terisolasi di Bengkulu. Padahal dari kampung inilah emas berlimpah ruah disumbangkan sebagai modal berjuang merebut kemerdekaan begitu juga dengan replika api di puncak Monas, Jakarta. Selanjutnya dari emas kampung ini juga Tentara Nasional Indonesia (TNI) mulai memiliki baju seragam yang gagah seperti saat ini.

Belanda saat masih menjarah emas di wilayah ini sekitar tahun 1920-an menjadikan kampung tersebut sebuah kawasan modern, eksotis, canggih dan penuh dengan gemerlap dunia malam. Tak salah bila para meneer dan noni-noni Belanda menjuluki Lebong Tandai sebagai "Batavia Kecil".

“Masa dahulu desa ini sungguh modern. Kawasan ini telah memiliki bioskop, hotel, lapangan tenis, gedung teater, pasar dan lainnya layaknya kehidupan modern. Kawasan ini sangat padat saat emas masih menjadi primadona. Namun sekarang lihatlah kampung ini terisolasi,” kenang Pak Gober, salah seorang tetua kampung beberapa waktu lalu.

Tak lengkap kalau mengunjungi kawasan ini tanpa menikmati satu-satunya transportasi yang bisa digunakan menuju "Batavia Kecil" ini. Satu-satunya moda transportasi menuju kampung ini adalah menggunakan Motor Lori Ekspres atau Molek, demikian warga setempat menjulukinya. Sebuah lori yang didesain sedemikian rupa dilengkapi mesin kapal. Molek berjalan di atas rel warisan Belanda saat menjarah emas di lokasi tersebut. Molek berukuran sekitar 2,5 meter x 0,5 meter dengan kapasitas penumpang maksimal 12 orang. Molek dilengkapi setir layaknya mobil dan dikendalikan seorang masinis. Kecepatan maksimal hanya 50 kilometer per jam.

KOMPAS.COM/FIRMANSYAH Warga menunggu molek di Tebing Ronggeng saat malam hari, akibat rel molek yang putus terpaksa perjalanan molek harus estafet dengan molek berikutnya.
Dari Desa Napal Putih, Kecamatan Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara, memakan waktu sekitar dua jam dengan panjang lintasan sekitar 30 kilometer. Itu jika kondisi normal. Berangkat dari Kota Bengkulu menuju Desa Lebong Tandai dibutuhkan waktu sekitar enam jam.

Saat tiba di Desa Napal Putih, Kompas Travel sedikit terlambat karena Molek telah berangkat terlebih dahulu. Setelah menunggu hampir dua jam dengan bantuan warga setempat barulah ada Molek lain yang bersedia mengantar ke Desa Lebong Tandai. Perjalanan menggunakan Molek pun dimulai. Namun sedikit sial saat akan berangkat, Molek berdinding papan rapuh itu mengalami kerusakan pada prodo kopling. Efriadi, masinis Molek terlihat berpeluh mengganti prodo yang baru.

Setelah melakukan perbaikan sekitar 30 menit, perjalanan dilanjutkan kembali. Hamparan perkebunan rakyat menyambut Molek kecil yang rapuh yang berjalan di atas rel yang mengkhawatirkan itu. Tentu saja suara keras mesin Molek membuat para penumpang tak dapat berkomunikasi dengan baik. Miris memang melihat kondisi tersebut bagaimana ribuan jiwa warga Lebong Tandai harus bertaruh nyawa keluar-masuk kampung mereka mengingat kondisi rel yang jelek serta jurang menganga di bawah lintasan Molek itu.

Sekali waktu jalur Molek melewati beberapa rel yang sambungannya tak rapi. Kondisi ini tentu saja mengakibatkan empasan begitu kuat bagi Si Molek. Penumpang yang belum terbiasa menjerit ketakutan. Sekali waktu pula lintasan itu berada tepat tak kurang dari satu meter dari bibir jurang yang menganga dengan kedalaman mencapai puluhan meter.

Belum lagi saat molek harus melintasi sebuah jembatan yang tak lagi aman dilalui sementara di bawahnya terdapat sungai yang sungguh dalam. Selain itu tak jarang perjalanan harus dihentikan karena rel molek tertimbun longsor dari tebing yang landai di samping lintasan.

Sang masinis, Efriadi tampak begitu mengenal setiap lekuk lintasan Molek sehingga ia sempat bersiul-siul sambil mengontrol arah molek. Hujan sempat pula menemani perjalanan kami. Ketika jalur sedikit mendaki maka dengan cekatan Sang Masinis menaburkan pasir ke besi rel agar laju roda Molek tak licin.

KOMPAS.COM/FIRMANSYAH Rel Molek yang rusak di Bengkulu.
Matahari mulai terbenam, namun perjalanan masih panjang. Hutan belantara menyelimuti kami dan Molek kecil itu masih menari lincah dengan empat roda besi di atas rel warisan zaman kolonial itu. Bunyi hewan hutan malam mulai muncul. Tampak pula rapatnya hutan membentuk semacam terowongan karena dilalui Molek itu. Sungguh sensasi luar biasa.

Sekitar pukul 20.00 WIB perjalanan kami terhenti karena rel Molek terputus gara-gara longsor. Rel terputus sekitar 50 meter. Kondisi makin diperparah oleh jarak antara ujung rel yang terputus tersebut berada di atas puncak bukit satu dengan bukit lain. Itulah akhir perjalanan kami pada Molek pertama. Seluruh penumpang Molek menuruni lembah untuk mencapai bukit di seberang tempat di mana lintasan rel lain berada. Sementara penumpang yang membawa barang akan dibantu mengantarkan barang tersebut menggunakan kawat menghubungkan kedua bukit yang terbelah akibat longsor.

“Sudah tiga tahun rel ini putus tapi tak pernah dibangun. Ini penderitaan kami selama ini,” kata Robet, salah seorang warga setempat yang juga penumpang Molek.

Celakanya, saat tiba di lintasan rel berikutnya tak ada Molek yang siap berangkat menuju Desa Lebong Tandai. Lokasi tersebut dinamakan dengan Tebing Ronggeng. Ada cerita sepintas mengapa kawasan tersebut dinamakan Tebing Ronggeng. Konon, di tebing itulah tidak kurang 23 penari ronggeng dan beberapa para pekerja paksa rel dibunuh oleh Belanda usai mereka berpesta di Lebong Tandai.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Travel Update
10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com