Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seperti Apa Rasanya Mati? Bisa Coba Permainan Ini...

Kompas.com - 17/09/2014, 18:00 WIB
Michael

Penulis

Sumber CNN Travel
KOMPAS.com — Kita semua bertanya-tanya seperti apa rasanya meninggal. Sekarang ada permainan yang mengklaim dapat memenuhi rasa penasaran Anda mengenai kematian, tanpa harus benar-benar mati.

Nama permainan itu adalah "Samadhi: Pengalaman Kematian 4D". Sebuah permainan "melarikan diri" yang mengerikan dengan menggunakan efek khusus nan dramatis untuk membawa pemain menjadi lebih dekat dengan apa yang dibayangkan oleh pembuat permainan ini sebagai pengalaman kematian.

Samadhi akan dibuka pada September 2014 di Shanghai dan mengajak peserta untuk berlomba dalam serangkaian tantangan untuk menghindari "kematian". Peserta yang kalah akan "dikremasi" atau paling tidak diletakkan di atas ban berjalan yang mengantar mereka melewati pembakar rumah duka palsu untuk menyimulasikan upacara kematian.

Kremator palsu akan menggunakan udara panas dan proyeksi cahaya untuk menciptakan "pengalaman terbakar". Setelah "kremasi", peserta akan diantar ke kapsul bulat, lembut seperti rahim, menandakan "kelahiran kembali" mereka.

Bagaimana dengan pemenang? "Dia juga harus mati tentunya," kata pembuat permainan ini, Ding Rui. Seperti dalam kehidupan, dia menjelaskan, "Semua orang pada akhirnya akan meninggal, tidak peduli apa yang telah mereka lewati."

Hidup dan mati

Ding dan rekannya, Huang Wei-Ping, melewati proses panjang dalam meneliti permainan mereka, menyelidiki proses kremasi yang biasanya akan dijalani oleh 50 persen rakyat Tiongkok setelah meninggal.

Pasangan ini mengunjungi krematorium asli dan meminta pihak krematorium untuk dimasukkan ke dalam tungku tanpa api. "Ding yang pertama masuk ke dalam krematorium, dan itu adalah hal yang sangat membuat saya stres ketika memperhatikannya dari luar," kata Huang.

"Pengontrol krematorium juga sangat gugup, biasanya dia hanya fokus untuk mengirim mayat masuk, bukannya mengeluarkannya lagi."

Ketika giliran Huang, dia merasa tak tahan untuk berada lama-lama di dalam. "Perlahan menjadi sangat panas. Saya tidak bisa bernapas dan saya pikir hidup saya berakhir," katanya.

Kedua orang ini mengatakan, realisme sangat penting untuk memprovokasi peserta agar memikirkan tentang hidup dan mati. Selain akan sibuk mengoperasikan permainan ini, mereka juga menjalankan "Hand in Hand", sebuah organisasi yang mengkhususkan diri dalam memberikan dukungan untuk pasien sekarat di rumah sakit onkologi.

Pencarian jiwa

Huang mengatakan, ketertarikannya pada kematian berasal dari periode pencarian jiwa setelah bisnisnya yang menguntungkan sebagai pedagang, tetapi tidak memperkayanya secara rohani.

"Tiongkok membuat saya kaya, tetapi tidak mengajarkan saya bagaimana cara menjalani hidup kaya. Saya kehilangan," katanya.

Dia akhirnya mempelajari psikologi dan menjadi sukarelawan saat bencana gempa bumi 2008 di Tiongkok barat provinsi Sichuan. Tak lama kemudian, ia meluncurkan Hand in Hand.

"Pintu yang baru terbuka bagi saya, saya pergi ke sana untuk membantu, tetapi secara bersamaan juga merasa diselamatkan."

Sementara itu, Ding telah melakukan pencarian sendiri tentang arti hidup dengan mengadakan seminar bersama para ahli terkait subyek tersebut. "Saya mengundang ahli dari agama berbeda dan bidang lain untuk datang dan berbicara tentang kehidupan," katanya.

"Saya melakukannya selama dua tahun sebelum menyadari bahwa, daripada duduk di sini dan hanya menjadi pendengar pasif, saya bisa berbuat sesuatu," tambahnya. Itulah ketika keduanya akhirnya bertemu untuk membuat "Pengalaman Kematian 4D".

Keingintahuan yang tidak wajar

Pasangan ini awalnya tidak yakin apakah masyarakat berminat terhadap konsep yang tidak wajar seperti ini, meskipun atraksi serupa sudah dibuka di Korea Selatan dan Taiwan. Kerja sukarela di rumah sakit menunjukkan kepada mereka bahwa beberapa orang ingin menghadapi ide kematian.

"Bagian paling sedih dari pekerjaan itu bukanlah melihat pasien berpulang, melainkan bagaimana keluarga menolak untuk menghadapi kematian, hari-hari terakhir bersama orang tercinta, yang berisi kebohongan yang baik, tetapi terasa dangkal," kata Ding.

"Kita kurang memahami kematian, dan ketakutan bisa sangat berlebihan," tambahnya.

Untuk menjalankan ide itu, Huang dan Ding pertama-tama mengadakan kampanye penggalangan dana. "Kami menerima lebih dari 410.000 yuan (setara Rp 797 juta) dalam tiga bulan, melewati target kami," kata Huang.

"Ternyata banyak orang di Tiongkok yang penasaran dengan kematian," lanjutnya.

Ding mengatakan, mereka berharap bahwa pengalaman dapat mempromosikan "pelajaran kehidupan" serta mendorong orang untuk bertanya tentang apa yang mereka lakukan dalam hidup mereka dan membimbing mereka untuk menghadapi kematian secara personal.

"Tidak ada model jawaban dalam pelajaran hidup dan mati, tidak seperti pelajaran yang mengajarkan Anda untuk menjadi kaya dan sukses. Akan lebih penting jika seseorang mengalami hal ini secara personal," kata Huang.

"Saya mengalami kecelakaan mobil, dan yang saya pikirkan setelah itu hanya 'kenapa saya tidak membeli asuransi?' Itu bukan apa yang saya bayangkan untuk momen terakhir dalam hidup saya. Ide romantis tentang mengalami kilas balik dari seluruh kehidupan dalam momen terakhir sebelum meninggal, hal itu justru tidak terjadi," ceritanya.

Permainan "Samadhi: Pengalaman Kematian 4D" dijadwalkan buka pada September. Sesi permainan ini dilakukan dalam bahasa Mandarin. Tiketnya dihargai 240 yuan (Rp 77.000) dan berlokasi di Jalan 105 West PuYu, Daerah Huangpu, Shanghai, Tiongkok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com