Namun, pelayanan kapal tersebut sangat buruk dan sempat mengalami kerusakan pula. ”Waktu saya meminta uang kembali kepada si penyewa, dia menolak. Di situlah saya berpikir untuk membuat pinisi sendiri,” cerita Patti.
Dari sejumlah kenalan dan sahabat di Sulsel yang telah terjalin lama, dia menemukan perajin pinisi dari Ara, Muhammad Nurka. Nurka mampu menerjemahkan keinginan Patti yang mendesain sendiri kapal tersebut. Adapun pembuatan kapalnya dilakukan di Kalimantan, daerah yang banyak terdapat kayu ulin, bahan utama pembuatan kapal.
Riset ke Belanda
Agar tampilannya persis seperti pinisi yang digunakan pelaut-pelaut Nusantara pada masa lampau, Patti melakukan riset langsung ke Belanda. Di ”Negeri Kincir Angin”, dia menemukan gambar-gambar pinisi dari arsip masa pemerintahan kolonial Belanda yang dipakai sebagai rujukan untuk membuat Silolona.
Oleh karena sejak awal memang ditujukan sebagai kapal pesiar, beberapa modifikasi teknis pun dilakukan, mengingat adanya perbedaan antara kapal kargo dan penumpang. ”Salah satu yang dimodifikasi adalah bentuk lambungnya,” ujar Patti.
Lambung tradisional pinisi sebenarnya berbentuk huruf ”U” untuk menampung banyak muatan barang dan stabil saat melaju di lautan. Namun, kelemahan lambung ini adalah mudah goyang saat tak diisi kargo. Oleh karena itulah lambung pinisi lalu dibuat berbentuk huruf ”V” yang bisa menjaga keseimbangan kapal.
Selain perbedaan teknis itu, pinisi milik Patti juga dilengkapi dengan fasilitas kenyamanan hotel berbintang. Silolona memiliki lima kamar tidur berpendingin ruangan, tempat bersantai (lounge) di bagian buritan dan haluan kapal, kursi berjemur di dek atas, serta tempat untuk makan.
Fasilitas serupa dimiliki pinisi Si Datu Bua. Hanya saja jumlah kamar Si Datu Bua lebih sedikit, yakni tiga. Silolona didukung oleh 17 kru dan staf, sementara Si Datu Bua didukung 13 orang. Hampir semua pegawainya, termasuk nakhoda, adalah orang Indonesia dari berbagai latar belakang dan daerah di Tanah Air.
Selain kenyamanan, unsur keselamatan dan keamanan kapal juga menjadi perhatian utamanya. Spesifikasi keselamatan kapal dibuat sesuai dengan spesifikasi Germanischer Llyod, organisasi klasifikasi kapal dunia.
Seluruh pelayanan kepada tamu pun dipastikan selalu dalam kondisi prima karena Patti selalu ikut dalam setiap pelayaran.
”Namun, sekarang saya pusing karena harus sering ’meloncat’ antara Silolona dan Si Datu Bua,” ujarnya sambil tertawa. (Mohamad Final Daeng)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.