Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesona Musim Salju di Hida Takayama

Kompas.com - 04/10/2014, 19:18 WIB
TAK perlu jauh-jauh ke Eropa untuk menikmati salju. Kita bisa menyaksikan pemandangan musim dingin yang indah, di sebuah kota kecil Hida Takayama, Jepang.

Hida Kokubunji Temple

Sore itu juga kami berdua segera mengeksplorasi Takayama. Saya suka dengan kota ini. Takayama yang sederhana, tidak terlalu ramai, tidak terlihat kepadatan lalu lintas, apalagi macet, tidak ada hingar bingar klakson. Semua damai di sini, waktu seolah melambat dan saya menikmatinya. Hida Kokubunji Temple, dibangun sekitar tahun 746 oleh Kaisar Shomu, dibangun sebagai tempat untuk berdoa bagi perdamaian dan kemakmuran bangsa.

Mata saya tertuju kepada pohon yang sedang rontok, tinggal dahannya saja yang mongering, namun pohon ini terlihat sangat cantik karena dibalut oleh salju yang cukup tebal. Ketika saya mendekat saya tau jika pohon itu adalah pohon Ginko yang sudah berusia 1200 tahun. Di sebelahnya berdiri gedung utama, kuil utama ini memiliki struktur yang cukup tua karena berasal dari abad ke-16, dan tiga pagoda disekitarnya baru dibangun pada tahun 1821.

Tiba-tiba aura magis terasa begitu saya mendekati kuil utama. Beberapa pengunjung dari etnis Asia memasuki kuil utama, membunyikan lonceng beberapa kali kemudian berdoa, awalnya saya tidak tahu kenapa mereka harus membunyikan lonceng terlebih dahulu ketika hendak berdoa, beberapa saat kemudian saya mendapatkan jawabannya dari seorang bapak yang sedang melakukan perjalanan. Katanya agar alam semesta mendengarkan yang kita panjatkan dalam doa-doa kita kepada sang pencipta.

Sarubobo

Hida Takayama memiliki maskot yang diberi nama Sarubobo. Sarubobo adalah boneka tanpa wajah yang dikenal secara umum sebagai Happy Monkey Doll. Saru dalam bahasa Jepang berarti monyet dan Bobo adalah bayi dalam dialek Takayama. Menurut cerita yang beredar kenapa maskot ini menjadi penting di Takayama karena Sarubobo dikaitkan dengan 3 perlindungan utama yaitu Perlindungan dari hal-hal buruk, Perlindungan untuk memiliki rumah dan keluarga yang bahagia, serta perlindungan saat kelahiran.

Shutterstock Hida Takayama memiliki maskot yang diberi nama Sarubobo. Sarubobo adalah boneka tanpa wajah yang dikenal secara umum sebagai Happy Monkey Doll.
Konon Sarubobo dibuat oleh nenek untuk cucu mereka sebagai boneka pelindung, menurutnya boneka ini akan selalu menjaga anak perempuan agar selalu berbahagia, karena itu kemudian Sarubobo diberikan juga pada saat pernikahan, dengan tujuan agar pernikahan tersebut menjadi pernikahan yang baik. Boneka ini umumnya berwarna merah tanpa memiliki fitur wajah, salah satu alasannya kenapa tidak memiliki fitur wajah adalah agar si pemilik dapat membayangkan bahwa saat mereka bahagia Sarubobo akan turut bahagia, saat mereka sedih Sarubobo akan turut bersedih pula.

Sarubobo hanya dapat dijumpai di Takayama, dan saat ini telah menjadi souvenir yang popular untuk para pengunjung. Selain warna merah Sarubobo juga tersedia dalam warna lainnya dengan arti yang berbeda. Jika ingin membeli, sesuaikan dengan warna kesukaan kita, seperti misalnya: Biru untuk keberuntungan dalam belajar dan bekerja, merah muda untuk keberuntungan cinta, hijau untuk keberuntungan dalam kesehatan. Sedangkan kuning untuk keberuntungan dalam uang dan hitam untuk keberuntungan dalam menghapus nasib buruk.

Hida No Sato

Hida Folk Village atau Hida No Sato adalah perkampungan yang sudah sangat tua, dan merupakan perkampungan penduduk asli provinsi Hida. Tidak kurang 30 rumah penduduk dilestarikan, dan sekarang tempat ini dikenal juga dengan sebutan open air museum.  Rumah-rumah tersebut dibangun selama periode Edo sekitar tahun 1603 – 1867. Tempat ini dibuka untuk umum pada tahun 1971.

Suasana asli tetap dipertahankan rumah-rumah kepala desa, gudang bahan makanan dan rumah-rumah pertanian dibiarkan tetap seperti aslinya. Struktur rumah didominasi kayu yang terdapat ikatan disetiap sambungannya, atapnya sendiri terbuat dari bahan jerami yang dibentuk segitiga curam dan tinggi kemudian oleh penduduk setempat dikenal dengan sebutan Gassho karena atap tersebut menyerupai sepasangan tangan yang sedang bergabung dalam doa.

Festival cahaya hida folk hanya dilakukan satu hari saja. Saat winter, festival cahaya ini buka lebih lama yaitu hingga pukul 21.00, biasanya hanya buka hingga pukul 17.00 dan festival cahaya baru akan dimulai dijam 17.30 waktu setempat.

Untuk dapat menyaksikan festival, kami harus membayar 300 yen, lebih murah dari hari biasa yang memungut bayaran sebesar 700 yen. Suasana pada malam  hari terasa begitu indah. Dalam cahaya lampu warn-warni, kami seolah dibawa ke suasana ketika perkampungan ini masih aktif. Keindahan tersebut ditambah dengan dominasi warna putih yang menutupi setiap jalan setapak, atap rumah bahkan danau pun membeku.

Beberapa rumah dibuka agar pengunjung dapat melihat kedalam, pada umumnya rumah-rumah tersebut berlantai kayu dan ditengah ruangan terdapat perapian yang langsung beralaskan tanah, perapian ini digunakan selain sebagai tungku memasak juga difungsikan sebagai pemanas saat musim dingin tiba. Sejarah kehidupan masa lalu terpapar disini, kegigihan warga membangun desanya terlukis dari setiap sudut lahan, sehingga tidak mengherankan jika Hida No Sato diakui sebagai World Heritage oleh Unesco.

Morning Market

Ada 2 pasar pagi yang dibuka setiap pagi di Takayama, Jinya-Mae market dan Miyagawa market, keduanya buka mulai pukul 07.00 hingga siang hari saat winter.  Biasanya turis menyempatkan mengunjungi pasar-pasar ini untuk membeli sayuran segar hasil pertanian setempat atau mencari bunga atau kerajinan tangan.

Di salah satu perempatan Jinya-Mae Market terlihat beberapa becak sedang parkir, becak ini diperuntukkan untuk wisatawan. Becak yang ditarik oleh tenaga manusia ini menjadi atraksi yang menarik karena sekarang jumlahnya tinggal sedikit,  selimut yang cukup menghangatkan penumpang. Untuk menggunakan fasilitas ini penumpang memang membayar cukup mahal yaitu 5000 yen atau setara dengan Rp595.000 untuk 30 menit.

Dari Jinya-Mae kami menuju Miyagawa morning market, di tempat ini yang dijual lebih beragam, mulai dari seafood kering dan basah hingga kios-kios penjual souvenir yang terletak di sisi sungai Miyagawa. Menjelang siang para ibu sibuk membersihkan salju dari aspal dan teras toko mereka. Dari Miyagiwa river kita dapat melihat bagaimana sungai tersebut membeku dan rumah rumah penduduk yang tertutup salju, saat musim semi tiba dari sungai ini kita dapat menyaksikan keindahan Cherry Blossom.

Kota Tua

Kota tua Takayama ini dibangun pada saat pemerintahan Edo di tahun 1600 – 1868 ketika kota berkembang menjadi kota perdagangan. Jadi, tidak mengherankan memang jika sebagian dari rumah-rumah yang ada dilorong-lorong kota tua ini befungsi sebagai toko.

Di sepanjang lorong lorong tersebut kita akan menemukan deretan rumah-rumah yang diubah menjadi museum, kedai kopi, tempat pembuatan sake. Beberapa di antaranya sudah menjalankan bisnis turun-temurun dari beberapa generasi. Keindahan ini meredup bersama tenggelamnya sang mentari, terlihat hanya beberapa yang masih bergeliat.

(Egita Pauline/Turi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Turis Asing Diduga Bikin Sekte Sesat di Bali, Sandiaga: Sedang Ditelusuri

Turis Asing Diduga Bikin Sekte Sesat di Bali, Sandiaga: Sedang Ditelusuri

Travel Update
Ada Pembangunan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, Penumpang Bisa Berangkat dari Stasiun Jatinegara

Ada Pembangunan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, Penumpang Bisa Berangkat dari Stasiun Jatinegara

Travel Update
Hotel Ibis Styles Serpong BSD CIty Resmi Dibuka di Tangerang

Hotel Ibis Styles Serpong BSD CIty Resmi Dibuka di Tangerang

Hotel Story
10 Mal di Thailand untuk Belanja dan Hindari Cuaca Panas

10 Mal di Thailand untuk Belanja dan Hindari Cuaca Panas

Jalan Jalan
Menparekraf Susun Peta Wisata Berbasis Storytelling di Yogyakarta, Solo, dan Semarang

Menparekraf Susun Peta Wisata Berbasis Storytelling di Yogyakarta, Solo, dan Semarang

Travel Update
Waisak 2024, Menparekraf Targetkan Gaet hingga 300.000 Wisatawan

Waisak 2024, Menparekraf Targetkan Gaet hingga 300.000 Wisatawan

Travel Update
3 Bulan Lagi, Penerbangan Langsung Thailand-Yogyakarta Akan Dibuka

3 Bulan Lagi, Penerbangan Langsung Thailand-Yogyakarta Akan Dibuka

Travel Update
Jelang Waisak 2024, Okupansi Hotel di Area Borobudur Terisi Penuh

Jelang Waisak 2024, Okupansi Hotel di Area Borobudur Terisi Penuh

Hotel Story
iMuseum IMERI FKUI Terima Kunjungan Individu dengan Pemandu

iMuseum IMERI FKUI Terima Kunjungan Individu dengan Pemandu

Travel Update
9 Wisata Malam di Jakarta, dari Taman hingga Aquarium

9 Wisata Malam di Jakarta, dari Taman hingga Aquarium

Jalan Jalan
Jangan Sembarangan Ambil Pasir di Pulau Sardinia, Ini Alasannya

Jangan Sembarangan Ambil Pasir di Pulau Sardinia, Ini Alasannya

Travel Update
6 Cara Cegah Kehilangan Koper di Bandara, Simak Sebelum Naik Pesawat

6 Cara Cegah Kehilangan Koper di Bandara, Simak Sebelum Naik Pesawat

Travel Tips
Maskapai Penerbangan di Australia Didenda Rp 1,1 Miliar karena Penerbangan Hantu

Maskapai Penerbangan di Australia Didenda Rp 1,1 Miliar karena Penerbangan Hantu

Travel Update
China Terapkan Bebas Visa untuk 11 Negara di Eropa dan Malaysia

China Terapkan Bebas Visa untuk 11 Negara di Eropa dan Malaysia

Travel Update
Pelepasan 40 Bhikku Thudong untuk Waisak 2024 Digelar di TMII

Pelepasan 40 Bhikku Thudong untuk Waisak 2024 Digelar di TMII

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com