Hasilnya memuaskan. Cabai tersedia kapan saja. Dalam sebulan, bisa 3-4 ton dikirim ke Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur. Cabai yang dijual awal November 2014 laku Rp 38.000 hingga Rp 40.000 per kilogram.
”Pengiriman cabai langsung ke Jakarta tanpa perantara membuat keuntungan petani semakin besar,” kata Yani.
Pernyataan Yani diamini petani cabai Desa Mandalamekar, Kecamatan Jatiwaras. Dodi Rosadi (38). Ia mencontohkan, beberapa petani dapat menjual secara mandiri ke Jakarta sekitar 200 kilogram cabai per minggu dengan harga Rp 40.000 per kilogram. Dikurangi biaya pengiriman Rp 1.500 per kilogram, petani bisa mendapatkan Rp 7,7 juta per minggu.
”Jika dijual ke tengkulak, ada selisih harga Rp 7.000 per kilogram. Petani hanya bisa mendapatkan sekitar Rp 6,6 juta per minggu. Sisanya Rp 1 juta dinikmati tengkulak setiap minggu,” kata Dodi.
Namun, baik Yani maupun Dodi tidak menutup mata ada sejumlah hambatan muncul di tengah jalan. Dampak banjir dan kerusakan jalan di pantai utara Jawa Barat awal tahun 2014 menjadi contoh. Saat itu, pengiriman dari Tasikmalaya ke Jakarta butuh waktu 12 jam atau tiga kali lebih lama dari biasanya. Akibatnya, banyak cabai rusak dan terpaksa dijual lebih murah. Saat itu, harga cabai Rp 22.000-Rp 25.000 per kilogram. Namun, akhirnya cabai terpaksa dijual Rp 3.000-Rp 5.000 per kilogram. Ironi itu nyaris terjadi setiap awal tahun.
”Dukungan memecahkan masalah distribusi dan promosi ini diharapkan menjadi perhatian utama. Jika dibiarkan, akan terus terjadi fluktuasi harga sehingga merugikan petani dan bangsa ini,” kata Yani.
Janji
Sehari sebelum Festival Perang Tomat digelar, dengan bahasa Indonesia yang cukup fasih, Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik tak sabar mengajak pengusaha dari negaranya datang ke Jawa Barat. Selama 45 menit bertemu Gubernur Jabar Ahmad Heryawan di Gedung Sate, ia disuguhi beragam peluang investasi. Heryawan yang berdiri di samping Malik tersenyum bangga.
”Masih banyak yang dapat dikembangkan di Jabar, di antaranya pembuatan bandar udara, pembangunan jalan, hingga sektor panas bumi. Peluang usaha pertanian juga terus kami tingkatkan,” kata Heryawan.
Salah satu upaya memicu usaha pertanian, dilakukan dengan menyisihkan Rp 10 miliar dari anggaran Jabar tahun 2015, untuk mencairkan distribusi komoditas pertanian. Kekhawatiran distribusi barang memicu inflasi menjadi salah satu alasan.
”Jika harga cabai di Tasikmalaya sedang murah, kami akan membawanya ke daerah lain yang harganya cabai tinggi. Pengangkutan dibiayai Pemprov Jabar,” ujar Heryawan.
Janji itu harus ditepati. Mungkin esok petani Cikareumbi tidak perlu lagi melempar tomat busuk sekitar 1 ton. Tomat hasil panen akan laku dijual dengan harga ideal. (Cornelius Helmy)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.