Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Badak, Patungnya Pun Jadi

Kompas.com - 01/12/2014, 16:21 WIB

Saat itu, World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia mengenalkan beberapa warga dengan pembuatan kerajinan. Pengetahuan dari pelatihan dan studi banding di Yogyakarta yang diikuti dua warga Desa Tamanjaya disebarkan kepada rekan-rekannya.

Kesibukan membuat patung mampu mengalihkan sejumlah warga yang sebelumnya mencari ikan dengan merusak lingkungan. Dulu, jaring genjring (semacam pukat), bom, dan potasium untuk meracuni ikan marak dimanfaatkan. Tak sedikit pula warga merambah hutan untuk mencari kayu.

Petugas Ekowisata dan Pesisir WWF Indonesia Ujung Kulon Project Andre Crespo menjelaskan, desa-desa para perajin yang berdekatan dengan TNUK tak pelak menimbulkan potensi gangguan terhadap taman nasional tersebut. Aktivitas manusia yang bisa mengganggu flora dan fauna perlu dicegah.

”Penghasilan warga meningkat dengan membuat kerajinan. Warga yang dulu bekerja sebagai buruh tani, misalnya, dibayar Rp 50.000 per hari,” ujar Andre.

Perajin mendapatkan minimal Rp 75.000 per hari. Pembentukan kelompok Ciwisata membuat para perajin menyepakati mutu dan harga yang sama. Mereka juga mencegah persaingan tidak sehat dengan saling menjatuhkan. Sebagian besar kerajinan dikumpulkan di Kertajaya untuk dipromosikan Ciwisata.

”Warga desa lain menitipkan kerajinan kepada mereka yang pergi ke arah Kertajaya. Bisa juga anggota Ciwisata yang pergi mengambil kerajinan,” kata Andre. Tentunya, patung bisa dibeli di desa-desa para perajin karena mereka selalu menyisihkan stok.

Jika warga mengadakan acara wisata, patung-patung itu dipajang. Warga menjalin kerja sama dengan beberapa hotel untuk memasarkan kerajinan. ”Kami juga mendorong kerja sama dengan dinas pariwisata kabupaten/kota dan provinsi, serta Asosiasi Industri Kreatif dan Pelaku Usaha Banten,” kata Andre.

Direktur Komunikasi dan Advokasi WWF Indonesia Nyoman Iswarayoga mengatakan, para perajin memilih bentuk badak jawa karena satwa dilindungi itu adalah hewan khas TNUK. Rombongan wisatawan kadang-kadang berkunjung ke TNUK untuk melihat badak secara langsung.

Namun, dengan populasi paling sedikit di dunia atau hanya 58 ekor pada tahun 2013, membuat badak jawa sangat sulit terlihat. Wisatawan boleh dibilang amat beruntung jika bisa menyaksikan badak di alam bebas. Karena itu, patung badak bisa dianggap pelipur lara.

”Kalau tidak bisa lihat langsung, wisatawan boleh beli badaknya dari para perajin. Tak ada badak, patungnya pun jadi,” seloroh Nyoman sambil tertawa. (Dwi Bayu Radius)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com