Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Geliat Wisata Bawean

Kompas.com - 02/01/2015, 11:41 WIB

Hal itu tidak terlepas dari banyaknya warga Bawean yang merantau untuk bekerja ke luar negeri. ”Mereka yang lagi pulang kampung beli banyak untuk dibawa ke tempat mereka kerja, di Malaysia atau Singapura. Namun, kalau kapal tidak datang karena gelombang tinggi, ya macet dagangan,” ujar Hamsiyah.

Daerah asal TKI

Selama ini, Pulau Bawean memang lebih dikenal sebagai daerah pengirim tenaga kerja Indonesia (TKI) dibandingkan sebagai daerah tujuan wisata. Sebagian besar TKI bekerja di Malaysia, Singapura, Australia, dan Taiwan.

Salah satunya adalah Abdul Wahid Jufri (54), warga Desa Gunung Teguh, Kecamatan Sangkapura, yang kini tinggal di Perth, Australia. Abdul bekerja di Australia sejak tahun 1987 dan saat ini mengantongi izin tinggal tetap (permanent residence). Berawal dari bekerja sebagai buruh bangunan, Abdul kemudian pelayan restoran hingga menjadi pegawai di sebuah perusahaan manufaktur dengan penghasilan Rp 230.000 per jam.

Tidak hanya Abdul, sekitar 70 persen warga Bawean bekerja merantau sebagai TKI ke luar negeri. Hal ini tecermin dari tingginya transaksi uang lintas negara ke pulau ini. ”Saya kirim Rp 10 juta untuk orangtua di Bawean setiap tiga bulan sekali,” ujar Abdul, yang saat ditemui tengah pulang kampung menengok keluarganya.

Ribut Sujarno, Kepala Seksi Umum dan Sumber Daya Manusia Bank Jatim Cabang Bawean, mengungkapkan, nilai remitansi uang TKI setiap bulannya berkisar dari Rp 300 juta hingga Rp 500 juta. Saat ini, terdapat sekitar 27.200 nasabah Bank Jatim Bawean yang tercatat aktif melakukan transaksi tersebut. Sekitar 80 persen dari mereka terdapat di Malaysia dan Singapura.

”Rata-rata uang yang dikirim Rp 6 juta-Rp 20 juta dalam satu hari,” ujar Ribut.

Setiap tahun, puncak pengiriman uang biasanya terjadi menjelang hari raya Idul Fitri atau saat bulan Ramadhan. Pada tahun 2014, misalnya, puncak pengiriman uang terjadi pada bulan Juli, yakni sebesar Rp 600 juta.

Banyaknya warga Bawean yang bekerja di Malaysia dan Singapura membuat bahasa lokal yang mereka gunakan sehari-hari pun terpengaruh. Warga Bawean menggunakan bahasa yang kosakatanya bercampur antara bahasa Madura, Melayu, dan Jawa. Makanan yang dikonsumsi pun juga diadopsi dari Malaysia, seperti mutabeb.

Dalam buku Bawean dan Islam, Jacob Vredenbergt menulis, kebudayaan Melayu sangat berpengaruh terhadap kebudayaan asli di Bawean, yakni Madura, dan berkembang menjadi bentuk yang khas tetapi tetap memperlihatkan latar belakang kebudayaan Madura. Orang Madura bermigrasi ke Bawean sejak sebelum masa kemerdekaan Indonesia dan kebanyakan menjadi petani. Hal ini berbeda dengan penduduk asli Bawean yang lebih gemar merantau ke luar negeri.

Bawean memang memiliki beragam keunikan, mulai dari panorama alamnya yang menawan, produk industri rumah tangga yang dapat dijadikan buah tangan, hingga ciri budaya yang menarik. Kini, Bawean menunggu untuk dipoles dan dikelola dengan optimal agar dapat menarik kunjungan wisatawan. (HARRY SUSILO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com