Tidak jauh dari Candi Sukuh terdapat Candi Cetho yang berukuran jauh lebih besar, memiliki 11 teras berbentuk punden berundak.
Menurut penelitian, sebenarnya ada 13 teras di Candi Cetho, tetapi yang ada sekarang tinggal 11 teras. Candi ini juga dibangun pada masa akhir Majapahit, yaitu tahun 1451-1475. Adapun Candi Sukuh selesai dibangun tahun 1437.
Timbul mengatakan, meski bangunan dengan ciri serupa ditemukan pada peninggalan suku Maya di Amerika Tengah, tidak perlu mengaitkan Sukuh dengan Maya. ”Terlalu jauh dan tidak ada buktinya,” ujarnya.
Kemunculan bentuk bangunan semacam Sukuh pada masa akhir Majapahit yang beraliran Hindu menjadi bukti mulai lunturnya pengaruh Hindu di Jawa. Kebudayaan baru yang datang kemudian menghidupkan kembali unsur-unsur budaya lokal dari masa megalitik.
”Ini fenomena biasa. Sebuah kebudayaan setelah berada di puncak akan surut. Pada masa transisi menuju kebudayaan lain yang lebih baru, biasanya selalu ada upaya untuk memunculkan kembali simbol-simbol dari kebudayaan lama. Berupaya menggali akar lokalitas,” tutur Timbul. Kalau candi-candi lain di Jawa umumnya dibangun menghadap ke timur, Sukuh dan Cetho dibangun menghadap ke barat.
Bentuk bangunan Candi Sukuh sekilas seperti piramida yang terpotong. Bahan bakunya adalah batu andesit merah. Menurut Gunawan, sebetulnya bagian atas candi terbuat dari tiang dan atap berbahan organik, seperti kayu, bambu, atau ijuk. Bagian itu sudah tidak bersisa karena hancur dimakan usia. Bagian atas yang bersisa adalah lantai dari ”pendapa” itu.
”Kesimpulan itu muncul karena terdapat ceruk-ceruk pada bagian atas kaki candi. Ceruk itu diperkirakan sebagai tempat meletakkan tiang (umpak),” kata Timbul. Pada bagian atas candi pernah ditemukan lingga, arca berbentuk penis, dengan lima bulatan setinggi 1,8 meter yang kini tersimpan di Museum Nasional, Jakarta.
Nama Candi Sukuh mendunia setelah pada tahun 1815 ditemukan peneliti Inggris dan dilaporkan kepada Thomas Raffles yang saat itu menguasai Jawa. Saat ditemukan, candi dalam keadaan rusak parah. Arca-arcanya hancur. Ada pula yang terbelah dan rusak menjadi kepingan-kepingan lebih kecil. Beberapa reliefnya seperti digores benda tajam. (Lusiana Indriasari)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.