Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yap Cun Teh, Pelestari Kue Keranjang

Kompas.com - 18/03/2015, 08:27 WIB

USAHA yang keras pasti akan membuahkan hasil yang manis. Prinsip itu disimbolkan dalam bentuk kue keranjang yang terlihat sederhana, tetapi membutuhkan kerja keras untuk membuatnya. Kue keranjang hanya terdiri atas dua bahan, yaitu beras ketan dan gula. Namun, untuk mewujudkannya dibutuhkan kesabaran dan kerja keras.

Prosesnya butuh waktu paling kurang lima hari. Beras ketan harus dilembutkan terlebih dahulu. Setelah itu, diikuti pekerjaan membanting tulang mengaduk adonan yang menyerupai dodol tersebut agar kalis. Pekerjaan yang memeras keringat tersebut mengakibatkan semakin berkurangnya jumlah pembuat penganan khas Tionghoa ini.

Salah satu pembuat kue keranjang yang masih bertahan hingga sekarang adalah Yap Cun Teh (64). Selama 31 tahun, Cun Teh telah membuat kue keranjang untuk menyambut Imlek ataupun Idul Fitri. Keahlian yang dipelajari dari ibunya itu pun diturunkan kepada anak dan cucunya. Dua kali di dalam satu tahun, seluruh keluarga berkumpul untuk sama-sama bekerja membuat dan mengemas kue keranjang.

Cun Teh mengenang ketika ia pertama kali memutuskan untuk menjual kue keranjang buatannya, yaitu pada tahun 1984. Tempat tinggal dia di Curug, Tangerang, merupakan tempat bermukim salah satu komunitas Tionghoa tertua di Nusantara, yaitu Tionghoa Benteng. Komunitas ini memegang teguh adat istiadat mereka. Oleh karena itu, kue keranjang merupakan makanan yang wajib ada ketika perayaan Imlek tiba.

”Dulu, semasa saya masih kecil, setiap keluarga membuat kue keranjang masing-masing,” Cun Teh bercerita.

Walaupun bahan dasar kue keranjang hanya dua, ia menerangkan bahwa setiap keluarga memiliki rasa khas masing-masing di kue keranjang mereka. Khusus untuk keluarga Yap, resep kue keranjang merupakan warisan turun-temurun dari pihak ibu.

Pada masa itu, mayoritas warga Tionghoa Benteng bekerja sebagai petani. Mereka bercocok tanam, mulai dari padi hingga palawija. Cun Teh mengatakan, biasanya musim panen datang dua hingga tiga bulan sebelum Imlek, atau akrab disebut Sin Cia oleh para peranakan Tionghoa, sehingga mereka memiliki banyak waktu lowong untuk mempersiapkan hari istimewa tersebut.

Anak-anak membantu orangtua mereka membersihkan rumah, menyusun altar untuk sembahyang, dan menghias rumah. Laki-laki dan perempuan, semua terlibat di dapur untuk membantu ibu memasak hidangan Sin Cia, termasuk membuat kue keranjang.

Seiring perjalanan waktu, penduduk Tionghoa Benteng yang memilih bekerja sebagai petani berkurang. Generasi muda mendapat pendidikan yang lebih baik daripada orangtua mereka sehingga para pemuda memilih untuk membuka usaha sendiri ataupun menjadi pegawai di perusahaan.

”Awal tahun 1980-an terasa banget kalau kue keranjang semakin jarang dibuat. Saudara-saudara mulai meminta nenek saya agar dibuatkan kue keranjang sejak dua hingga tiga minggu sebelum Sin Cia,” kata Cun Teh.

Ia pun membantu Nenek merendam beras ketan, menumbuknya, dan mengaduk adonan. Ternyata, setelah kue-kue itu disebar ke sanak keluarga, para tetangga serta teman-teman saudara sepupu Cun Teh ikut tertarik memesan.

Tahan lama

Pada tahun 1984, Cun Teh akhirnya memutuskan untuk benar-benar terjun ke bisnis kue keranjang. Pasalnya, ia menyayangkan semakin sedikit generasi seusianya yang mau melanjutkan tradisi tersebut. Padahal, kue keranjang memiliki makna filosofis yang mendalam.

”Prinsip kue keranjang adalah di antara langit dan bumi ada keselarasan, yaitu kehidupan. Makanya, hanya dengan menggunakan dua bahan sederhana bisa dihasilkan makanan yang enak,” ujarnya.

Kunci penting dalam pengolahan, proses yang memakan waktu dan tenaga manusia. Ini melambangkan keuletan seseorang untuk berusaha. Oleh karena itu, hasilnya pun tahan lama. Sebuah kue keranjang bisa tahan selama dua bulan tanpa perlu dimasukkan ke dalam lemari pendingin.

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR Yap Cun Teh (64), pembuat kue keranjang yang masih bertahan hingga sekarang.

Cun Teh mengatakan bahwa keluarganya, termasuk enam adik dan kakak, tidak keberatan dengan keputusannya berjualan kue keranjang. Pasalnya, pekerjaan Cun Teh adalah petani. Ia menanam sendiri beras ketan yang digunakan sebagai bahan baku kue keranjang tersebut. Dari sawahnya yang seluas 1 hektar, ia bisa memanen 3 ton beras ketan setiap panen. Jadi, dari segi produksi, ia relatif tidak perlu memutar otak untuk mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkan.

Setiap tahun, Cun Teh memanen beras ketan dua kali, yaitu sebelum Idul Fitri dan Sin Cia. Untuk Idul Fitri, ia memasok kue keranjang ke toko-toko di Kota Tangerang. Sementara untuk Sin Cia, ia hanya menerima pesanan. Pesanan datang dari berbagai penjuru Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, hingga Serpong. Waktu pemesanan hanya sampai 15 hari sebelum Sin Cia. Waktu pemesanan ini penting sebab Cun Teh tidak mau membuat kue di luar kemampuannya sehingga hasilnya tidak maksimal. Kelima anaknya yang sudah mandiri dan berkeluarga pun rutin pulang untuk membantu ayah mereka membuat kue-kue pesanan.

”Setiap Sin Cia, kami membuat 5 ton kue keranjang dalam waktu dua pekan. Setiap hari ada 200-500 kue keranjang yang diproduksi,” papar Cun Teh.

Untuk itu, selain anak dan cucu, Cun Teh juga mempekerjakan tenaga pembantu. Total, ada 16 orang yang berjibaku membuat kue keranjang di dapur rumah Cun Teh.

Tradisional

Cara membuat kue keranjang yang dilakukan Cun Teh masih tidak berubah sejak dekade-dekade sebelumnya. Masih dimasak di atas tungku kayu bakar. Karena itu, api harus diatur dengan saksama. Proses menuang adonan ke cetakan pun dilakukan sendiri oleh Cun Teh. Ia mengungkapkan, penuangan adonan ke cetakan ini juga membutuhkan keahlian khusus. Kalau tidak, kuenya bisa bocor dan menggumpal.

Menurut Cun Teh, ia tidak akan mengubah cara tersebut karena ia berprinsip setia kepada citarasa kue keranjang buatannya. Metode tersebutlah yang sesuai dengan makna kue keranjang bagi budaya Tionghoa di Indonesia.

”Kalau anak saya nanti meneruskan usaha ini, mereka ingat cara kuno ini yang bikin mereka semua bisa jadi sarjana,” katanya sambil terkekeh. (Laraswati Ariadne Anwar)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

Travel Tips
Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Travel Update
Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Travel Update
Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Travel Update
Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Travel Update
Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com