Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/04/2015, 13:40 WIB
POHON leci (”Litchi chinensis”) itu masih tegak berdiri dan turut menghijaukan Kota Bogor. Tanaman buah asal Tiongkok itu sudah berada di sana sejak 1823 dan menjadi saksi bisu perkembangan Kebun Raya Bogor sejak kebun botani itu dikembangkan ahli biologi Karel Lodewijk Blume.

Pohon-pohon penghasil buah berkulit merah jingga dan berdaging kenyal manis segar itu adalah pohon tertua yang masih hidup saat ini dari total 13.368 spesimen pohon koleksi Kebun Raya Bogor (KRB). ”Saksi hidup meskipun bisu,” kata Kepala Pusat Konservasi Tanaman KRB Didik Widiatmoko, akhir Februari lalu.

Bisa jadi, tidak sedikit ayahanda dan ibunda yang semasa remaja atau kuliah di Bogor pernah memadu kasih di bawah naungan deretan pohon nan menjulang dan rindang atau di taman-taman dan kolam-kolam yang indah itu. Kawasan seluas 87 hektar di jantung Kota Bogor itu bukan sekadar tempat bersemai dan bersemi berbagai pohon dan bunga, melainkan juga kisah kasih pengunjung.

Bagi penulis yang lahir dan tumbuh di Bogor periode 1970-1990, Kebun Raya bukan sekadar kompleks pepohonan yang rimbun, hijau, dengan Istana Bogor yang megah, mentereng, indah, dan diagungkan. Kebun raya juga merupakan laboratorium kehidupan. Selain mengenal kebesaran Ilahi melalui ragam flora dan fauna, di area ini juga bersemi hubungan antarmanusia.

”Papa dan Mama pacarannya ke Kebun Raya,” kata FX Sutoto, ayahanda penulis, saat berbagi cerita tentang masa lalu KRB, Sabtu (18/4/2015). Pacaran pada era 1970-1980 mungkin tidak sevulgar perilaku remaja sekarang. Berpakaian rapi dan trendi, pergi ke Kebun Raya naik bemo, bergandengan tangan menyusuri bulevar pepohonan sambil mengobral rayuan, mungkin adalah ”ritual” romantis masa itu.

Periode 1980-1990, saat masa kanak-kanak, bermain ke Kebun Raya adalah keasyikan tiada tara. Paling malas jika diajak pulang menjelang petang. Rengek dan tangis membuat orangtua luluh membiarkan anak-anak yang dengan usil menyusup, mencari, mengintip, memergoki, dan mengganggu pasangan yang sedang bermesraan. Kalau tidak ditegur atau dimarahi oleh yang pacaran, rasanya tidak puas.

Pengalaman lain, mengusili orang pacaran dari trotoar Jalan Jalak Harupat karena sisi utara Kebun Raya berada di bawah. Saat melihat ada yang pacaran, muncul sifat iseng; mengolok-olok dan kemudian melempari mereka dengan buah kenari yang banyak jatuh di tepi jalan. Duh, rasanya nikmat banget.

Masih di periode 1980-1990, saat sore sehabis mandi, merengek kepada ibunda meminta naik bemo ke Kebun Raya. Jika dikabulkan, dengan riang gembira berjalan dari rumah di Pondok Rumput ke Pejagalan di Jalan Pemuda menyetop bemo, angkutan umum saat itu. Biasanya turun setelah Kantor Pos Bogor di Jalan Juanda yang pada masa kolonial adalah gereja.

KOMPAS/PRIYOMBODO Pengunjung mengamati deretan pohon kapuk randu di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, Rabu (1/4/2015).
Trotoar Jalan Juanda yang merupakan batas barat Kebun Raya merupakan lokasi yang cukup asyik saat sore untuk menengadah dan melihat kegaduhan kepak beribu-ribu kelelawar besar dari deretan pohon rindang. Selain itu, melihat sejumlah pemuda usil yang membawa bedil angin untuk menembaki kelelawar atau burung demi kesenangan.

”Setelah naik bemo, lihat kalong terus pulang, tapi sambil minta jajan,” kata V Pudjoharti, ibunda penulis. Mendengar cerita dan mengingat lagi memori masa kecil bukan sekadar menggali romantisisme, melainkan juga menghayati rasa syukur masih dapat menikmati Kota Bogor yang relatif sejuk, asri, nyaman, dan menyenangkan.

Halaman Selanjutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Hutan Mangrove Mentawir Dekat IKN: Lokasi, Jam Buka, Harga Tiket, dan Cara Berkunjung

Hutan Mangrove Mentawir Dekat IKN: Lokasi, Jam Buka, Harga Tiket, dan Cara Berkunjung

Travel Tips
Tempat Wisata di Jepang Ini Terapkan Pajak Turis Sebesar Rp 10.400

Tempat Wisata di Jepang Ini Terapkan Pajak Turis Sebesar Rp 10.400

Travel Update
4 Karakteristik Wisatawan Indonesia Saat Ini, Kejar Pengalaman

4 Karakteristik Wisatawan Indonesia Saat Ini, Kejar Pengalaman

Travel Update
7 Tempat Wisata Lamongan Dekat Stasiun

7 Tempat Wisata Lamongan Dekat Stasiun

Jalan Jalan
Penembakan di Mal di Bangkok Dinilai Pengaruhi Pariwisata Thailand

Penembakan di Mal di Bangkok Dinilai Pengaruhi Pariwisata Thailand

Travel Update
Pengalaman Berkunjung ke Titik Nol, Lokasi IKN Nusantara

Pengalaman Berkunjung ke Titik Nol, Lokasi IKN Nusantara

Jalan Jalan
Mangli Sky View Magelang: Harga Tiket, Jam Buka, dan Daya Tarik 

Mangli Sky View Magelang: Harga Tiket, Jam Buka, dan Daya Tarik 

Jalan Jalan
Turis Asing Paling Banyak Kunjungi Kalimantan Timur pada Agustus 2023

Turis Asing Paling Banyak Kunjungi Kalimantan Timur pada Agustus 2023

Travel Update
Persebaran Wisatawan di IKN Belum Merata, Lebih Banyak ke Titik Nol Nusantara

Persebaran Wisatawan di IKN Belum Merata, Lebih Banyak ke Titik Nol Nusantara

Travel Update
Persiapan MotoGP Mandalika 2023 Hampir 100 Persen, Ada Side Event

Persiapan MotoGP Mandalika 2023 Hampir 100 Persen, Ada Side Event

Travel Update
Sabtu Ini, Aneka Lampion Akan Hiasi Langit Malam Pantai Parangtritis

Sabtu Ini, Aneka Lampion Akan Hiasi Langit Malam Pantai Parangtritis

Travel Update
8 Wisata Pantai di Lamongan yang Populer 

8 Wisata Pantai di Lamongan yang Populer 

Jalan Jalan
Dampak MotoGP Mandalika, Lapangan Usaha Meningkat hingga Penuhi Target Kunjungan Wisatawan

Dampak MotoGP Mandalika, Lapangan Usaha Meningkat hingga Penuhi Target Kunjungan Wisatawan

Travel Update
Mayoritas Orang Indonesia Lihat Media Sosial untuk Pilih Tempat Wisata

Mayoritas Orang Indonesia Lihat Media Sosial untuk Pilih Tempat Wisata

Travel Update
Kereta Cepat Whoosh Vs Argo Parahyangan, Cepat Mana Sampai Kota Bandung?

Kereta Cepat Whoosh Vs Argo Parahyangan, Cepat Mana Sampai Kota Bandung?

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com