Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menikmati Alam Liar Gunung Kinabalu

Kompas.com - 09/07/2015, 16:10 WIB
MENYESAP kopi tenom yang hitam kental di tengah kesejukan Gunung Kinabalu ah… sungguh sedap! Di gunung yang terletak di Negara Bagian Sabah, Malaysia, itu kita menikmati sensasi bertualang di alam perawan yang dinyatakan sebagai situs warisan dunia.

Kami sudah bertolak dari ibu kota Sabah, Kota Kinabalu, sekitar pukul 07.30. Atas undangan Dewan Pariwisata Sabah, kami bersama maskapai penerbangan AirAsia berkesempatan mengunjungi Gunung Kinabalu pada pertengahan April 2015. Gunung itu telah dilindungi dengan statusnya sebagai taman nasional.

Perjalanan ke Gunung Kinabalu dengan jarak sekitar 90 kilometer memakan waktu 2 jam. Pemerintah Negara Bagian Sabah rupanya menyiapkan infrastruktur demi menunjang pariwisata dengan sangat baik. Sepanjang jalan, aspal mulus—tanpa kemacetan pula.

Sang pemandu, Bobby Weslee (42), dengan antusias menerangkan mengenai tujuan kami. Kinabalu adalah taman nasional pertama yang dimiliki Malaysia. Pengukuhan taman nasional pada tahun 1964 disusul pengakuan situs warisan dunia dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada tahun 2000.

Pekan Nabalu adalah persinggahan utama sebelum tiba di Gunung Kinabalu. Wisatawan bisa melepas penat sejenak sambil berbelanja kerajinan khas seperti topi, gantungan kunci, dan tas. Udara dingin membuat nafsu makan merambat. Di Pekan Nabalu terdapat beberapa kedai. Hidangan paling khas apa lagi kalau bukan kopi tenom khas Sabah. Di kedai, barista meracik kopi dengan memindahkan seduhan berkali-kali ke gelas yang berbeda. Mirip cara membuat kopi tarik aceh. Tak sampai 5 menit, kopi sudah terhidang dengan uap masih mengepul. Teh sabah organik dengan aroma dan rasa yang kuat juga bisa dipesan. Kami pun menyeruput minuman hangat ditemani beberapa jenis camilan.

Memasuki kaki Gunung Kinabalu, rimbunnya pepohonan menyambut kami. Hawa dingin langsung menyergap saat kami keluar dari minibus. Karena itu, jangan lupa membawa jaket. Sungai kecil berair jernih mengalir menambah kesejukan. Kami menyusuri jalan setapak ditingkahi suara tonggeret yang riuh bersahut-sahutan bagai simfoni alam. Di sepanjang jalan dengan lebar 1,5 meter itu, hutan dipenuhi anggrek khas Kinabalu, kantong semar, pisang hutan, kayu minyak, halia liar, dan raspberry.

Tak boleh berteriak

Taman Nasional Kinabalu dengan luas 754 kilometer persegi menjadi pusat penelitian flora dan fauna. Kinabalu adalah habitat bagi sekitar 5.000 spesies flora dan fauna. Jika hendak bermalam di kaki Gunung Kinabalu itu tak perlu khawatir karena tersedia hostel atau pondokan yang bersih dan nyaman.

KOMPAS/DWI BAYU RADIUS Keanekaragaman Hayati
Pondokan itu digunakan para pendaki Gunung Kinabalu dengan ketinggian 4.095 meter di atas permukaan laut. Kinabalu adalah gunung tertinggi di Kalimantan dan ke-20 di dunia. Kinabalu menjadi tujuan para pendaki internasional.

”Suhu di puncak bisa mencapai 2 derajat, bahkan di bawah 0 derajat celsius. Banyak wisatawan tak mencapai puncak. Sejumlah pendaki tak punya cukup waktu,” kata Bobby. Selain itu, beberapa syarat harus dipenuhi. Pendaki, misalnya, wajib ditemani pemandu berpengalaman.

KOMPAS/DWI BAYU RADIUS Kawasan Air Panas Poring.
Mereka juga harus menjalani upacara pemujaan Monolob yang mempersembahkan 7 ayam putih, 7 telur ayam, 7 helai tembakau, serta daun sirih dan beras. Kinabalu jika diartikan bebas adalah tempat bersemayamnya roh-roh. Jika tidak melakukan upacara, peristiwa buruk mungkin menimpa pendaki.

”Misalnya, kecelakaan atau cuaca buruk. Pendaki juga harus menjaga kesopanan. Buang air permisi dulu. Tak boleh berteriak. Itu cara menghormati Kinabalu,” kata Bobby. Pendaki harus mengajukan izin dulu lewat internet. Jumlah pendaki pun dibatasi 192 orang per hari.

Selesai berjalan-jalan di Taman Nasional Kinabalu, kami melanjutkan perjalanan ke kawasan Air Panas Poring atau sekitar 1 jam dari Kinabalu. Di Poring terdapat sejumlah kolam untuk berendam. Terdapat juga jembatan gantung, penangkaran kupu-kupu, taman anggrek, serta air terjun Kipungit dan Langanan. Sensasi paling mendebarkan kami rasakan saat meniti jembatan kayu sempit. Betapa tidak, jembatan dengan ketinggian hingga 30 meter dan panjang sekitar 100 meter itu sangat mudah bergoyang. Jembatan tersambung dari pohon ke pohon. Dari atas jembatan tampak sungai dan hutan yang sangat asri.

KOMPAS/DWI BAYU RADIUS Kapal-kapal Merapat di Marina Sutera.
Kelebihan pariwisata berupa keindahan alam membuat Pemerintah Negara Bagian Sabah mengandalkan paket petualangan sebagai keunggulan. Puas menikmati panorama alam yang memikat dan merendam kaki di air panas sejenak, kami kembali ke Kota Kinabalu.

Tak lupa kami singgah di Pasar Kundasang untuk membeli buah tangan. Di pasar itu terdapat 30 kios buah, 50 kios sayur-mayur, dan 20 tanaman hias. Penganan khas Malaysia juga dijajakan di Kundasang. Meski hanya pasar tradisional, buah dibungkus dengan rapi sehingga bersih karena tidak dihinggapi lalat.

Banyak pilihan jika wisatawan berkunjung ke Sabah. Desa Budaya Mari Mari, misalnya, bisa ditempuh dalam waktu sekitar 25 menit dari Kota Kinabalu. Desa itu merupakan semacam museum di mana kehidupan 5 suku dapat disaksikan, yaitu Kadazan, Rungus, Lundayeh, Bajau, dan Murut.

Di tepi Kota Kinabalu juga terdapat Taman Nasional Tunku Abdul Rahman yang meliputi Pulau Gaya, Sapi, Mamutik, Manukan, dan Sulug, serta menjadi surga bagi penyelam. Kota-kota lain di Sabah, seperti Sandakan, Lahad Datu, Tawau, dan Semporna, juga menawarkan berbagai pesona.

Di Sandakan, misalnya, terdapat Pusat Rehabilitasi Orangutan Sepilok. Sementara, keunggulan Lahad Datu dan Tawau, yakni hutan rimbun, serta Samporna dengan lautnya yang menarik untuk diselami. Perjalanan dengan pesawat terbang dari Jakarta ke Kota Kinabalu ditempuh dalam waktu sekitar 2,5 jam. (DWI BAYU RADIUS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com