Pagi itu, Kamis (13/8/2015), sinar matahari cukup menyengat kulit. Di sebuah dermaga yang tak jauh dari Pulau Kelapa Dua, tepat di depan Kantor Seksi I Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS), empat orang menunggu di atas kapal cepat bermesin ganda.
Mereka adalah Firman Ardiansyah, polisi hutan Seksi I TNKpS; Alvin, anggota staf Pengendalian Ekosistem Hutan; Zaid, kapten kapal; dan Satwan, anggota staf TNKpS. Tidak ketinggalan pula dua mahasiswi Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Diponegoro.
Hari itu, tim dari Seksi I TNKpS akan patroli di sekitar wilayah pemanfaatan wisata. Tujuannya memonitor sejumlah titik. Salah satunya adalah Pulau Saktu, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara.
”Kami ingin melihat dan memonitor spesies dan biota yang ada di sekitar pulau tersebut. Sekalian memonitor nelayan yang beroperasi di wilayah itu,” ucap Firman.
Setiba di Pulau Saktu, yang dikelola secara perorangan oleh pihak tertentu, dilakukan monitoring kawasan darat. Dibantu Dea Isnaini (19) dan Audi Ramadahni (19) yang melakukan praktik kerja lapangan di TNKpS, alat ukur sepanjang 100 meter dibentangkan.
Sejumlah tanaman yang ada dalam area pemantauan dicatat. Sejumlah hewan, terutama burung, juga difoto dan didata untuk menentukan jumlah pasti flora dan fauna yang ada di kawasan tersebut.
Pengukuran dan monitoring di laut tidak lupa dilakukan. Alat ukur yang sama dibentangkan di laut di depan pulau tersebut. Metode pengukuran menghitung jumlah biota di 20 meter kiri dan kanan dari meteran yang terbentang 50 meter.
Setelah menggunakan peralatan snorkeling, Firman dan Satwan turun mengukur. Biota yang ditemukan dalam area pengukuran dipotret lalu dicatat di papan kedap air. Hasilnya, catatan kerapatan terumbu karang, lamun, dan sejumlah spesies ikan menjadi pegangan. Tidak ketinggalan pula kima (moluska) berukuran cukup besar turut didata. Semua catatan ini nantinya akan dimasukkan dalam statistik TNKpS.
”Data tutupan karang dan hal-hal lainnya sangat penting. Sayangnya banyak tidak peduli dengan hal ini. Saat snorkeling beberapa wisatawan kadang menginjak karang hingga patah atau rusak,” ujar Satwan.
Pemantauan di wilayah TNKpS hanya salah satu kegiatan penuh edukasi yang bisa dilakukan. Tidak ketinggalan kegiatan lain yang dapat diikuti dan tak kalah menariknya. Melihat konservasi penyu sisik, menanam bakau di arboretum, atau snorkeling di sekitar pulau adalah hal yang perlu dicoba.
”Kegiatan-kegiatan wisata pendidikan ini sangat terbuka untuk umum. Pengunjung dapat melihat penyu sisik di lokasi konservasi atau mangrove di arboretum kami,” kata Kepala Balai TNKpS Wahju Rudianto.
Menurut Wahju, anggota staf balai bisa memberikan sosialisasi dan pengetahuan terkait halhal yang ditemui. Pemberian pemahaman terhadap apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan menjadi penting untuk mempertahankan kelestarian lingkungan. Misi konservasi bisa tersampaikan melalui kegiatan ini. Untuk kegiatan ini, pengunjung hanya dibebani biaya tiket masuk.
Wilayah TNKpS juga sangat terbuka untuk kegiatan penelitian dan pendidikan. Jumlah kegiatan penelitian dari tahun ke tahun sangat meningkat. Dari kegiatan itu, balai memperoleh banyak timbal balik yang bisa diaplikasikan di kawasan.
Dalam kegiatan penelitian dan pendidikan ini, pengunjung bisa mengikuti patroli hingga ke zona inti dan zona perlindungan TNKpS. Di wilayah Kepulauan Seribu, TNKpS memiliki luas 107.489 hektar. Di dalamnya terdapat tiga zona, yaitu inti, perlindungan, pemanfaatan wisata, dan permukiman.
Penuhi persyaratan
Sebagai lokasi wisata terbatas, diperlukan ”tiket” khusus untuk mengkuti sejumlah kegiatan di TNKpS. Tiket itu disebut Simaksi atau izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang kepada pemohon untuk masuk kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan taman buru. Izin ini bisa diambil di Kantor Balai TNKpS, di Jalan Salemba, Jakarta Pusat.
Untuk memperoleh surat ini, tim atau rombongan dengan jumlah terbatas harus melengkapi persyaratan, seperti tujuan kegiatan, jumlah orang, dan apa hasil dari kegiatan tersebut. Informasi ini bisa dilihat di laman TNKpS di www.tnlkepulauanseribu.net.
Sebelum mendatangi lokasi zona inti, setiap orang luar tidak boleh datang sendiri. Pengunjung harus didampingi oleh tim atau pendamping dari TNKpS. Di zona inti III, tepatnya di Pulau Belanda dan Pulau Kayu Angin Bira, sekitar 50 menit dengan menggunakan kapal dari Pulau Kelapa Dua, bisa dilihat habitat asli penyu sisik.
Selama tiga tahun terakhir, jumlah kunjungan di TNKpS terus meningkat. Pada 2012, jumlah yang mengambil Simaksi 89 orang, lalu bertambah menjadi 103 orang pada 2013, dan terakhir 110 orang pada 2014. (Saiful Rijal Yunus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.